Bisnis

Bisnis Internasional

Sejarah Perkembangan Bisnis
Bisnis saat ini merupakan suatu kegiatan yang dianggap sebagai suatu kegiatan yang sangat mudah untuk menghasilkan keuntungan tanpa batas, banyak orang yang tertarik untuk melakukan kegiatan bisnis. Berdasarkan dari pengertiannya secara bahasa Bisnis dari bahasa inggris “Business”, mengembangkan kata dasar Busy yang berarti sibuk dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Kegiatan bisnis bukan hanya dilakukan di satu negara tertentu melainkan kegiatan yang dilakukan dengan lebih dari satu negara yang sering disebut juga “Bisnis Internasional”.
Siapakah yang melakukan kegiatan bisnis pertamakali? berdasarkan terminologi, bisnis merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok.oleh karenanya kegiatan bisnis sebenarnya sudah muncul sejak jaman dahulu, hanya saja sangat tertutup, dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, seperti lingkungan keluarga, kelompok masyarakat maupun kelompok tertentu. Masyarakat jaman dahulu hidup secara agraris. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka masih mengandalkan sektor agraris dengan peralatan sederhana dan tradisional. Pada saat itu mereka belum memikirkan usaha yang bersifat komersial, misalnya peningkatan produksi menggunakan alat modern dalam mengelola dan mengolah lahan, kredit, modal dan sebagainya. (Alma, 2016, p. 22) Jadi bisnis sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang terbukti dengan adanya kegiatan barter.
Barter merupakan salah satu bentuk awal dari bisnis. Sistem ini memfasilitasi pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang. Pada masa dulu kegiatan bisnis ini dilakukan pada tingkat keluarga secara tertutup. Keluarga-keluarga pada saat itu menanam tanaman guna memenuhi kebutuhan bahan makanan, membuat pakaian sendiri, membuat rumah sendiri dengan bantuan tetangga dan sebagainya. Usaha mereka terbatas hanya pada bidang yang sangat kecil. Pada saat itu belum terpikirkan oleh mereka untuk membuat usaha yang bersifat komersial. Dengan meminjam modal untuk produksi dengan skala besar.
Sedangkan kegiatan bisnis internasional dimana kegiatan ini melibatkan lebih dari satu negara menyebutkan bahwa pasar dan pusat bisnis global yang dilakukan pertama kali oleh penjelajah seperti Christopher Colombus, Vasco da Gama dan Amerigo Vespucci. Para raja dan pedagang Eropa sangat ingin menjelajahi Jalur Barat Laut, sebuah jalur yang didesas desuskan akan memberi mereka akses menuju kekayaan Asia dengan melewati lautan Artika, meskipun dengan usaha terbaik mereka, petualang seperti Jhon Cabot, Juan De Fuca, Martin Frobisher, Vitus Bering, James Cook dan Jacques Cartier tidak menemukan Jalur seperti itu, Tudung ES Artik menggagalkan seluruh usaha tersebut. Ketakutan yang dirasakan oleh ilmuwan dan warga yang peduli lingkungan, tudung es Artika menyusut dengan cepat sebagai akibat dari perubahan iklim global Namun, tudung Es yang menghilang tersebut telah memunculkan prospek bahwa Jalur Barat Laut itu sekarang menjadi Fisibel.Dengan tingkat pencairan sekarang, sejumlah ilmuwan percaya bahwa Lautan Artika akan nyaris bebas es di musim panas 2020. Dua Rute Artik tersebut dapat terbukti fisibel secara komersial.pertama Jalur Barat Laut yang terkenal, menembus melalui banyak pulau Artika Kanada, dan Kemudian keluar di sebelah selatan Greendland untuk menuju Eropa atau pantai Timur Amerika. Kedua Rute Laut Utara, yang mengikuti garis pantai Siberia Timur dan memasuki Lautan Artika melalui selat Bering. Rute Laut Utara kemudian melintasi perairan utara Siberia hingga mencapai pelabuhan bebas es Murmansk yang terkenal, yang dapat diakses dengan mudah dari Lautan Atlantik dan Pelabuhan-Pelabuhan yang sibuk di Eropa.  Para peneliti Cina meyakini perutean kutub tersebut dapat berkembang menjadi koridor bisnis dunia yang paling penting. Bagi banyak perutean kargo, jarak antara pelabuhan Eropa barat dan Pelabuhan Asia Timur dapat dipangkas hingga sepertiganya dengan menggunakan Jalur Barat Laut atau Rute Laut Utara. Negara perdagangan Asia seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan mencurahkan Uang (W.Pustay, 2015).
Kemudian muncul revolusi industry yang membawa perubahan secara drastis dan sangat penting terjadi pada abad ke delapan belas yang menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai hal. Revolusi industry yang diawali dengan penemuan mesin uap oleh Jamess Watt pada tahun 1769, menghasilkan industry manufaktur yang menggeser sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi. Kekuatan ekonomi berada pada pemilik produksi. Mesin uap sebagai peralatan baru digunakan untuk mengganti peralatan tradisional. Pertanian yang semula menggunakan bajak yang ditarik sapi atau kerbau kemudian diganti dengan traktor ataupun buldoser yang memiliki tenaga luar biasa. Revolusi industry kedua ditandai dengan pembentukan konsep korporasi dan scientific management di akhir 1800an menjadikan koorporasi dan pekerja manual atau manual worker sebagai andalan ekonomi utama. Kekuatan ekonomi berada di pemilik modal (Sudaryono, 2015).
Perubahan mendasar akibat revolusi industry juga terjadi pada sektor produksi, dimana buruh dan tenaga kerja mulai menerima upah sebagai imbalan atas tenaganya yang merupakan pendapatan bagi keluarga. Binis sendiri sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang dimana pada saat dahulu kala berlaku barter pertukaran barang yang dilakukan oleh nenek moyang kita berdasarkan dari analisa ini dapat dikatakan bahwa ketika Darwin mengatakan mengenai teori evolusi manusia berarti manusia pertama kali yang ada di muka bumi ini adalah manusia kera yang selanjutnya berevolusi menjadi manusia sempurna.
Dan saat ini Bisnis merupakan seperti wanita cantik yang menjelma menjadi suatu hal yang banyak dicari oleh orang kebanyakan oleh karenanya memerlukan pengolahan Bisnis dengan professional.

Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Pengelolaan Bisnis
Berdasarkan tingkat kepentingan dan keterlibatan dalam aktivitas bisnis, SDM yang terlibat dalam bisnis dikategorikan menjadi:
1. Pemilik modal
Pihak – pihak yang menyediakan dana sehingga kegiatan operasional dan aktivitas organisasi dapat berjalan dengan lancar.
2. Manajer
Orang – orang yang memiliki tanggung jawab untuk menjalankan dan mengelola organisasi bisnis sehingga akan mencapai tujuan yang direncanakan oleh pemilik modal.
3. Tenaga kerja
Merupakan pengelola proses produksi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk yang berkualitas.
4. Konsumen
Konsumen merupakan pengguna produk yang dihasilkan oleh organisasi bisnis. Konsumen merupakan kelompok potensial yang akan menggunakan produk atau pun jasa yang ditawarkan oleh organisasi bisnis.

Maksud dan Tujuan Bisnis
Bisnis tidak hanya bermaksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen. Ada beberapa tujuan yang biasanya ingin dicapai suatu organisasi bisnis, yaitu:
1.Pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen
Contohnya produk sepeda motor untuk sarana transportasi yang mudah dan fleksibel
2.Keuntungan usaha
Semua organisasi bisnis menginginkan keuntungan secara finansial atas usah yang mereka lakukan.
3.Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
Contoh organisasi bisnis dengna tujuan ini adalah PT Perhutani yang melakukan Reboisasi dan penghijauan untuk kelestarian usaha dimasa datang
4.Mengatasi berbagai risiko
Contoh usaha ini adalah biro jasa keamanan, lembaga asuransi
5.Tanggung jawab sosial
Banyak usaha yang mulai peduli terhadap lingkungan sosial selain mengejar keuntungan. Contohnya produk mobil ramah lingkungan, produk plastik daur ulang.

Tingkatan Partisipasi Bisnis
Ada beberapa tingkatan partisipasi bisnis dalam lingkungan ekonomi global, yaitu:
1. Domestik
Organisasi bisnis terbatas pada lingkungan lokal dan belum memasarkan ke luar negeri sehingga masih terbatas dalam satu negara.

2. Internasional
Seiring perkembangan usaha dan mulai jenuhnya pasar domestik sebagai akibat ketatnya persaingan, organisasi bisnis dapat memperluas pangsa pasar ke negara lain yaitu memasuki pasar internasional.

3. Multinasional
Perusahaan internasional yang membangun pabrik diluar negri akan memasuki fase perusahaan multinasional jika dia memiliki sejumlah pabrik di berbaga negara yang berbeda. Tujuannya untuk memaksimalkan perpaduan biaya produksi yang murah dengan biaya distribusi yang murah.

4. Global
Seiring dengan banyaknya perusahaan global, maka beberapa perusahaan mulai memilih suatu lokasi pabrik diberbagai negara dan melakukan sinergi antar pabrik untuk memproduksi produk secara efektif, efisien dan fleksibel.

Lingkungan Bisnis

Yang dimaksud dengan lingkungan Bisnis adalah keseluruhan hal-hal atau keadaan di luar badan usaha atau industri yang memengaruhi kegiatan organisasi. Lingkungan bisnis meliputi lingkungan ekonomi, teknologi, sosial dan persaingan.

Lingkungan Ekonomi
Lingkungan ekonomi merujuk pada kondisi sistem ekonomi tempat perusahaan tertentu beroperasi. Kondisi ekonomi merefleksikan kondisi bisnis nyata. Apabila terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi maka konsumsi dan permintaan cenderung meningkat, sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang menurun mengakibatkan konsumsi dan permintaan menurun. Besaran sensitifitas atas pertumbuhan ekonomi tiap-tiap industri berbeda. Perusahaan sebagai bagian dari lingkungan ekonomi perlu mencermati situasi dan kondisi ekonomi. Manajemen perlu bersikap antisipatif terhadap peluang dan ancaman lingkungan makro khususnya lingkungan ekonomi. Ada beberapa faktor ekonomi yang perlu diperhatikan perusahaan karena akan berpengaruh terhadap jalannya bisnis. Faktor ekonomi tersebut adalah:

a) Produk Domestik Bruto dan Produk Nasional Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah total produk yang dihasilkan semua pihak yang berada dalam wilayah nasional suatu negara, baik sebagai warga negara maupun bukan. Dalam perhitungan PDB akan dimasukkan semua output, baik yang dihasilkan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berdiam di Indonesia. Warga negara Indonesia yang berada di luar negeri tidak termasuk dalam hitungan PDB.
Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP) adalah total produk yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara, baik yang berdomisili di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam perhitungan PNB akan dimasukkan semua output yang dihasilkan oleh seluruh warga negara Indonesia, baik yang tinggal di Indonesia maupun luar negeri. Output warga negara asing tidak termasuk dalam perhitungan PNB.
Pertumbuhan PNB (dan atau PDB) sering dikenal dengan istilah pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh kuat terhadap dunia bisnis. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang selanjutnya akan mendorong daya beli. 

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan meningkatkan peluang bisnis, meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. Sebaliknya jika PNB rendah maka akan berdampak negatif terhadap dunia bisnis.

b) Tingkat pengangguran
Pengangguran adalah tingkat tidak adanya pekerjaan bagi orang yang secara aktif mencari pekerjaan dalam suatu sistem ekonomi. Bila tingkat pengangguran rendah, berarti kurang tersedianya tenaga kerja untuk direkrut oleh bisnis. Ketika bisnis bersaing satu sama lain untuk mendapatkan tawaran tenaga kerja yang tersedia, bisnis menaikkan upah yang ingin mereka bayar. Jika upah terlalu tinggi, bisnis akan menanggapi dengan mempekerjakan lebih sedikit pekerja, akibatnya pengangguran meningkat.

c) Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi berdampak terhadap menurunnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Penyebab Inflasi dapat dibedakan menjadi:
1. Cost-push inflation (market power inflation): Tingginya harga disebabkan oleh tingginya biaya.
2. Demand-pull inflation: Tingginya harga disebabkan oleh kuatnya permintaan pelanggan atas produk
Selain itu inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
d) Suku bunga
Permintaan atas barang dan jasa juga dipengaruhi oleh faktor suku bunga. Peningkatan suku bunga cenderung merubah pola konsumsi. Konsumsi cenderung menurun dan menabung cenderung meningkat. Dari sisi perusahaan, peningkatan suku bunga mendorong biaya meningkat dan pada akhirnya harga jual juga meningkat.

Lingkungan Teknologi
Pengertian teknologi merujuk pada semua cara yang digunakan perusahaan untuk menciptakan nilai bagi konstituen mereka, termasuk pengetahuan manusia, metode kerja, peralatan fisik, elektronik dan komunikasi. Terdapat dua kategori umum dari teknologi yang berhubungan dengan bisnis:

a) Teknologi produk dan jasa
Teknologi ini digunakan dalam proses penciptaan barang atau jasa. Teknologi tidak hanya digunakan dalam manufacturing saja, tetapi juga pada penyedia jasa. Teknologi baru, termasuk internet, menimbulkan revolusi pada hampir setiap aspek bisnis. Mulai dari cara pelanggan dan perusahaan berinteraksi hingga dimana, kapan dan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan mereka. Teknologi merupakan basis persaingan untuk beberapa perusahaan, khususnya mereka yang tujuannya menjadi pemimpin teknologi pada industri mereka.

b) Teknologi proses bisnis
Teknologi proses bisnis digunakan untuk memperbaiki kinerja perusahaan pada operasi internal (seperti akuntansi) dan membantu menciptakan hubungan yang lebih baik dengan konstituen eksternal, seperti pemasok dan pelanggan.
Lingkungan Hukum-Politik

Lingkungan ini mencerminkan hubungan antara bisnis dan pemerintah, biasanya dalam bentuk regulasi pemerintah. Sistem hukum ikut menentukan apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh organisasi. Selain itu berbagai perwakilan pemerintah mengatur bidang-bidang penting seperti praktek periklanan, pertimbangan keamanan dan kesehatan serta standar perilaku yang dapat diterima.

Sentimen pro atau anti bisnis dalam pemerintah dapat memengaruhi lebih lanjut kegiatan bisnis. Selama periode sentimen pro bisnis, perusahaan lebih mudah bersaing dan tidak terlalu memperhatiakan isu anti trust. Sebaliknya selama periode sentimen anti bisnis, perusahaan mengalami kegiatan persaingan lebih dibatasi. Faktor lain yang dijadikan pertimbangan perusahaan internasional adalah stabilitas politik. Tidak ada bisnis yang ingin membuka perusahaan di negara lain kalau hubungan dagang dengan negara tersebut tidak stabil.

Lingkungan Sosio-Budaya
Lingkungan sosial mencakup kebiasaan, adat istiadat, nilai, dan karakteristik demografik dari masyarakat dimana sebuah organisasi beroperasi. Proses sosio-budaya menentukan barang dan jasa serta standar perilaku bisnis yang dihargai dan diterima masyarakat.

Pilihan dan selera pelanggan bervariasi sepanjang dan dalam batas-batas nasional. Pilihan dan selera pelanggan sangat bervariasi dalam Negara yang sam dan dapat berubah-ubah sepanjang waktu (cara memilih gaya, warna dan selera berubah-ubah sepanjang musim). Faktor sosio-budaya juga mempengaruhi bagaimana perasaan pekerja tentang pekerjaan dan organisasi mereka. Dalam beberapa budaya pekerjaan membawa makna sosial yang penting, ditempat lain pekerjaan hanyalah sarana untuk satu tujuan dan orang hanya memperhatikan soal upah dan keamanan kerja

Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Secara konsep ada hubungan kuat antara budaya dan etika bisnis. masyarakat yang berbudaya tinggi dianggap lebih mengerti dan memahami tentang etika, namun masyarakat dengan budaya cendrung pemahaman etika menjadi kurang. kepemilikian budaya bersumber dari keinginan untuk menjujung tinggi apa yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka tentang aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilaksanakan sebagai sebuah warisan kebanggaan secara turun temurun. Seringkali kita mendengar berbagai media mengupas permasalahan tanggungjawab sosial perusahaan serta etika bisnis. Kasus-kasus yang sering timbul biasanya terkait dengan pelanggaran atau minimnya kepedulian perusahaan terhadap persoalan tanggungjawab dan etika bisnis.
Sebuah perusahaan bergerak.
karena bereaksinya sumber daya manusia bersama-sama sumberdaya yang lain. Agar aksi manajemen perusahaan berjalan selamat perlu memperhatikan etika bisnis dan tanggung jawab sosial. Etika dan tanggung jawab sosial merupakan petunjuk perusahaan agar dalam bekerja tidak bertabrakan dengan pemegang kepentingan perusahaan, seperti pelanggan, pemerintah, pemilik, kreditur, pekerja dan komunitas atau masyarakat. Hubungan yang harmonis dengan pemegang kepentingan akan menghasilkan energi positif buat kemajuan perusahaan. Tanggungjawab sosial adalah suatu keyakinan bahwa keputusan-keputusan bisnis harus dibuat dan dilaksanakan dalam batasan pertimbangan-pertimbangan sosial dan ekonomi.

Etika Bisnis Dan Etika Manajerial

Etika (ethics) merupakan keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah atau tindakan yang baik dan yang buruk yang mempengaruhi hal lainnya. Dengan kata lain, perilaku etis (ethical behavior) merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Sedangkan perilaku tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial. Sehingga etika bisnis (business ethics) dapat diartikan sebagai perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer suatu organisasi.
Etika manajerial merupakan standar perilaku yang memandu para manajer dalam pekerjaan mereka. Ada 3 kategori luas dari cara etika manajerial dapat mempengaruhi pekerjaan orang, yaitu:
a) Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi materi seperti perekrutan dan pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi dan kepedulian.
b) Perilaku terhadap organisasi
Isu-isu etis juga timbul dari perilaku karyawan terhadap majikan, khususnya dalam bidang-bidang seperti konflik kepentingan, kerahasiaan, dan kejujuran. Konflik kepentingan terjadi bila suatu aktifitas bisa menguntungkan individu dan merugikan majikan.
c) Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya
Etika memengaruhi hubungan antara perusahaan dan karyawannya dengan apa yang disebut agen kepentingan primer, terutama pelanggan, pemasok, penyalur dan serikat buruh.
Pendekatan Terhadap Tanggungjawab Sosial

Ada banyak pendekatan yang dapat diambil oleh perusahaan dalam merespon tuntutan masyarakat akan pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan. Berikut ini merupakan beberapa pendekatan yang dapat menggambarkan sampai sejauh mana organisasi bersedia melaksanakan tanggungjawab sosial dan tingkat keterlibatan organisasi tersebut dalam pelaksanaan tanggungjawab sosial.
a) Pendekatan Obstruktif
Perusahaan yang menggunakan pendekatan obstruktif bermakna bahwa perusahaan melakukan usaha seminimal mungkin dalam memecahkan masalah sosial dan lingkungan. Tindakan lain yang mungkin dilakukan perusahaan adalah melakukan usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan.
b) Pendekatan Defensif.
Bentuk tanggung jawab sosial dengan pendekatan ini ditandai dengan perusahaan yang hanya memenuhi persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Akan tetapi perusahaan tidak akan lebih dari itu. Apabila melakukan pelanggaran maka perusahaan juga akan berusaha menutupi kesalahan, mengakuinya dan mengambil tindakan perbaikan yang sesuai.
c) Pendekatan Akomodatif
Perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial dengan pendekatan akomodatif akan melakukan tanggung jawab sosial melebihi persyaratan hukum minimum dalam rangka memenuhi komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
d) Pendekatan Proaktif
Pendekatan ini adalah tingkatan tertinggi yang dapat diperlihatkan oleh perusahaan dalam tanggung jawab sosial. Dalam pendekatan ini perusahaan secara aktif akan mencari peluang untuk melakukan tanggung jawab sosial dan memberikan sumbangan demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.



Gambar 1.1. Spektrum Pendekatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan





Bidang-Bidang Tanggungjawab Sosial
Dengan segala keterbatasan, perusahaan tidak dapat melaksanakan tanggungjawab sosial di segala bidang. Oleh karena itu, ada berbagai pilihan yang dapat dilakukan perusahaan untuk menunjukkan komitmen sosial mereka.
1. Investasi dalam lingkungan masyarakat
Bentuk investasi dalam lingkungan masyarakat antara lain:
a) Keterlibatan perusahaan dengan lingkungan masyarakat.
Cara yang dilakukan adalah perusahaan memanfaatkan produk-produk atau keahlian mereka untuk mengatasi permasalahan sosial di masyarakat (misalnya dalam persoalan kesehatan atau kelangsungan hidup). Contoh konkret yang terjadi dalam masyarakat misalnya keterlibatan produsen obat nyamuk dalam usaha pemerintah untuk pemberantasan penyakit demam berdarah.
b) Investasi dalam usaha kecil
Perlunya menyadari bahwa perekonomian yang sehat akan tercipta apabila usaha kecil dan besar saling mendukung dalam perekonomian. Dari kesadaran itulah banyak perusahaan besar yang membantu baik dalam sumber daya keuangan, manusia, maupun teknologi untuk membantu sektor usaha kecil dan menengah. Contoh: pemberian kredit lunak bagi Usaha Kredit Menengah dan Usaha Kredit Mikro oleh Bank-bank nasional.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Perusahaan menanamkan sumberdaya mereka kedalam pendidikan dan pelatihan karena masa depan perusahaan, masyarakat dan negara terkait secara langsung dengan kualitas pendidkan dan pelatihan kerja. Contoh: pemberian beasiswa bagi mahasiswa berprestasi maupun mahasiwa kurang mampu.

3. Kebijakan dan Program Ketenagakerjaan
Dalam bidang ketenagakerjaan, perusahaan berusaha menjawab berbagai tantangan yang beragam, mulai dari masalah kesempatan kerja yang adil untuk warga sekitar sampai masalah program untuk keluarga karyawan. Contoh: Perusahaan menyediakan jasa penitipan anak bagi karyawan yang memiliki anak usia balita.
4. Tanggungjawab terhadap lingkungan
Pemeliharaan dan pembaharuan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam daftar kepedulian sosial perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada lingkungan sekitar. Contoh: Berbagai perusahaan yang menghasilkan produk samping berupa limbah, telah memiliki instalasi pengolahan limbah secara modern dan memenuhi standar internasional.
5. Perlindungan konsumen
Konsumerisme didefinisikan sebagai segala kegiatan yang dilakukan untuk melindungi hak-hak konsumen. Konsumen memegang peranan penting dalam kesuksesan perusahaan, sehingga upaya perlindungan hak-hak konsumen dirasa sangat penting. Hak-hak konsumen meliputi: hak untuk mendapatkan produk yang aman, hak atas informasi, hak untuk memilih dan hak untuk didengarkan.

Pertimbangan Tanggungjawab Sosial
Dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial ada beberapa pihak yang keberadaannya harus dipertimbangkan oleh perusahaan yaitu:
a) Pelanggan (Customers)
b) Pekerja (Employees)
c) Pemegang saham (Stockholders)
d) Kreditur (Creditors)
e) Masyarakat (Communities)
Tanggungjawab Sosial Kepada Pelanggan (Sosial Responsibility To Customer)

1. Bagaimana memastikan tanggungjawab bisnis :
•Tetapkan kode etika.
• Monitor keluhan pelanggan.
•Memperoleh umpan balik pelanggan
2. Bagaimana memastikan tanggungjawab pemerintah :
•Peraturan Keamanan Produk.
• Peraturan Periklanan.
•Peraturan Persaingan Industri.
3. Tanggungjawab Sosial Kepada Pekerja (Sosial Responsibility To Employees)
•Keamanan Pekerja (Employee Safety) Memastikan Tempat kerja yang aman bagi pekerja
•Perlakuan pekerja Memastikan tidak ada diskriminasi
4. Kesamaan kesempatan (Equal Opportunity) Kesamaan Kesempatan/Hak sipil Bagaimana memastikan tanggung jawab Bisnis :
•Keluhan Prosedur
•Kode etik
•UU Ketenaga kerjaan
5. Tanggungjawab Sosial Kepada Kreditor (Sosial Responsibility To Creditors)
•Kewajiban Keuangan
•Informasikan kreditur jika mempunyai permasalahan keuangan
6. Tanggungjawab Sosial Kepada Lingkungan (Sosial Responsibility To The Environment) 
Pencegahan polusi udara:
•Peninjauan kembali proses produksi
•Petunjuk penyelenggaraan pemerintah
Pencegahan polusi daratan:
•Peninjauan kembali proses produksi dan pengemasan
•Menyimpan dan mengirim barang sisa beracun ke lokasi pembuangan

7. Tanggungjawab Sosial Kepada Masyarakat (Sosial Responsibility To Community)
•Menjadi sponsor peristiwa atau event masyarakat lokal
•Memberikan sumbangkan kepada masyarakat tidak mampu.



























BAB II
GLOBALISASI EKONOMI DAN BISNIS INTERNASIONAL

Globalisasi telah menjadi trend ekonomi dunia. Perekonomian dunia telah semakin terbuka dan menjadi satu kesatuan ekonomi global. Globalisasi merupakan suatu kondisi saling tergantung dalam jaringan internasional yang meliputi transportasi, distribusi, komunikasi dan ekonomi yang melampaui garis batas teritori suatu negara. Globalisasi membuat proses produksi dan konsumsi produk menjadi suatu jaringan internasional yang melibatkan banyak negara. Salah satu bentuk globalisasi ekonomi adalah terbentuknya perusahaan global yang semakin berkembang di ekonomi global, seperti IBM, Coca Cola, Sony, Toyota, dll.
Perkembangan globalisasi memperoleh dukungan maupun penolakan yang berkembang dimasyarakat. Para pendukung globalisasi menganggap dengan adanya globalisasi akan membawa kemakmuran pada ekonomi dunia secara keseluruhan karena adanya spesialisasi produk yang ekonomis untuk masing – masing negara. Sedangkan yang menentang globalisasi berpendapat bahwa globalisasi membawa implikasi perdagangan bebas yang akan dapat mematikan perusahaan domestik yang belum siap bersaing.

Pendorong Globalisasi
Dorongan – dorongan yang menciptakan globalisasi ekonomi meliputi:
1. Dorongan pasar
Pasar dunia merupakan pasar yang sangat potensial. Hal ini mendorong perusahaan untuk memasuki pasar internasional dan pasar global dan memperoleh keuntungan yang maksimal.
2. Dorongan biaya
Perusahaan global mencari negara – negara yang mampu memberikan biaya produksi suatu produk yang murah dan mengkombinasikan bebagai produk dari beberapa negara sehingga akan meminimalkan biaya produksi. Dorongan untuk meminimalkan biya produksi ini mendorong banyak perusahaan untuk menjadi perusahaan global
3. Dorongan pemerintah
Adanya perjanjian antar negara seperti APEC, AFTA, MEE , NAFTA semakin memberikan fasilitas dan mempermudah perkembangan globalisasi ekonomi global. 24

4. Dorongan persaingan
Adanya persaingan yang semakin ketat baik di pasar domestik dan pasar internasional mendorong banyak perusahaan untuk memaksimalkan kombinasi biaya produksi yang paling murah walaupun harus berasal dari berbagai negara sehingga akan mampu bersaing dengan perusahaan lain
5. Faktor lain
Faktor perkembangan teknologi dan informasi yang cepat mendorong semakin cepatnya globalisasi yang terjadi. Fasilitas Transportasi yang cepat, internet, dan telephon menjadikan globalisasi berkembang dengan cepat.

Faktor Globalisasi
1. Kedekatan
Kemajuan teknologi dan informasi semakin memperdekat jarak antara satu tempat dengan tempat yang lain. Dengan pesawat jet dan peralatan telephon serta internet orang akan mudah bertemu dan bertatap muka secara cepat walaupun terpisah jarak yang jauh.
2. Lokasi
Globalisasi mendorong perusahaan bisnis untuk menggunakan banyak tempat sebaga tempat usaha maupun pemasaran produk mereka.
3. Sikap
Globalisasi mendorong perubahan sikapyang semakin terbuka dan berbaurnya budaya dan perilaku dari berbagai negara membentuk budaya global.

Mengapa Bisnis Go Internasional?
Berikut ini adalah beberapa alasan yang mendorong sebuah perusahaan memperluas bisnisnya ke pasar internasional:
1. Keuntungan potensial
Globalisasi semakin membuka pasar ke seluruh dunia dan memberikan kesempatan yang besar untuk memperoleh keuntungna yang semakin besar
2. Profit margin
Globalisasi semakin mempermudah perusahaan untuk mengkombinasikan berbagai faktor produksi dari berbagai negara dengan harga murah sehingga biaya produksi dapat ditekan. Hal ini akan meningkatkan profit margin penjualan produk perusahaan.
3.Permintaan Konsumen yang stabil dan kuat
Pasar globalisasi menjanjikan konsumen dari berbagai negara ehingga penjualam produk tidak hanya tergantung pada suatu negara. Sehingga apabila penjualan satu negara turun dapat ditutupi dari penjualan di negara lain.
4. Bahan baku
Globalisasi juga memudahkan perusahaan yang tidak memiliki bahan baku di negara asal dan mencari dari negara lain.
5. Teknologi
Salah satu tujuan globalisasi perusahaan adalah untuk memperoleh penerapan teknologi yang semakin pesat dan tidak tertinggal dari perusahaan pesaing.
6. Efisiensi usaha
Globalisasi mendorong efisiensi produksi dan usaha karena penggunaan input proses produksi yang minimal yang berasal dari berbagai negara di dunia.
Sebelum memutuskan untuk memasuki pasar internasional, sebaiknya perusahaan mempertimbangkan paling tidak dua pertanyaan berikut:
Apakah ada permintaan akan produk-produknya di luar negeri?
Jika ya, haruskah produk tersebut disesuaikan dengan konsumsi internasional?
Permintaan luar negeri terhadap suatu produk bisa lebih besar, sama atau lebih kurang dibandingkan permintaan domestik. Disinilah diperlukan riset pasar untuk bisa mengindikasikan ada tidaknya permintaan terhadap suatu produk dan memetakan kondisi persaingan yang telah ada.
Dalam bahasa Inggris Bisnis Internasional adalah (International Bussiness)  terdiri dari transaksi bisnis antara pihak-pihak yang berasal dari lebih satu negara. (W.Griffin & W.Pustay : 2015)
Dalam ilmu ekonomi, Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya untuk mendapatkan laba  Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa inggris : Business dari kata dasar Busy yang berarti sibuk dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam Artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. 
Contoh  Bisnis Internasional : Meliputi Pembelian material di suatu negara dan mengirimkannya ke negara lain untuk di proses atau di rakit, mengirimkan barang /produk jadinya dari suatu negara lain untuk dijual secara ritel, membangun pabrik dari negara asing untuk memanfaatkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah, atau meminjam uang daru bank di suatu negara untuk mendanai operasi di negara lain. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi seperti ini dapat meliputi individu swasta, perusahaan individual, kelompok perusahaan atau badan / instansi pemerintah.

Apakah Perbedaan Antara Bisnis Internasional Dan Bisnis Domestik?
Secara sederhana bisnis domestik melibatkan transaksi yang terjadi di dalam batasan satu negara, sementara transaksi bisnis internasional melintasi batasan nasional. Bisnis internasional dapat berbeda dari bisnis domestik untuk sejumlah alasan lain, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.Negara yang terlibat dapat menggunakan mata uang yang berbeda, sehingga memaksa setidaknya satu pihak untuk mengubah mata uangnya menjadi mata uang lain
2.Sistem hokum dari negara-negara tersebut dapat berbeda sehingga memakasa satu atau lebih pihak untuk menyesuaikan praktik mereka untuk mematuhi hukum lokal terkadang mandat dari system hukum mungkin tidak sama sehingga menciptakan kesulitan besar bagi para manajer internasional
3.Budaya dari negara-negara tersebut dapat berbeda sehingga memaksa masing-masing pihak untuk menyesuaikan perrilaku mereka untuk memenuhi ekspektasi pihak lainnya
4.Ketersediaan sumberdaya berbeda untuk setiap negara, suatu negara mungkin kaya sumber daya alam tetapi miskin tenaga kerja terampil, sementara negara lain mungkin mempunyai angkatan kerja yang produktif dan terlatih tetapi kekurangan sumber daya alam tidak tersedia
Gambar  Bisnis Domestik
Bisnis Domestik Pelaku bisnis internasional harus memiliki pengetahuan mengenai perbedaan gaya hidup, budaya, hukum, politik, dan sosial antar negara.
Pelaku bisnis internasional harus bisa memilih negara dimana membeli bahan baku
Pelaku bisnis internasional harus bisa memilih negara dimana menjual produk jadi yang dapat menerima produk
Pelaku bisnis internasional harus bisa mengoordinasikan aktivitas-aktivitas dari anak perusahaan mereka di luar negeri serta berurusan dengan perpajakan . Otoritas regulasi di negara asal mereka dan semua negara lainnya tempat melakukan bisnis

Gambaran Bisnis Internasional

Perbedaan anatara bisnis internasional dengan bisnis domestik hanya dari keterlibatan banyak Negara atau dua Negara dengan hanya satu Negara saja. Sebagai contoh untuk pembuatan sepatu yang dilakukan di Indonesia untuk bisnis domestik semua dilakukan di Indonesia termasuk mata uang yang dipergunakan sedangkan untuk bisnis internasional melibatkan lebih dari dua Negara dan mata uang yang dipergunakan pun beraneka ragam bisa dollar, yen, real dan lain sebagainya.

Sistem Ekonomi
Yang dimaksud sistem ekonomi adalah suatu cara untuk mengatur dan mengorganisasi segala aktivitas ekonomi dalam masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta berdasarkan prinsip tertentu dalam rangka mencapai kemakmuran atau kesejahteraan. Dengan demikian istilah tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah sistem atau perpaduan dari berbagai aturan dan aspek serta mekanisme yang saling bergantungan satu sama lain dan memiliki tujuan untuk menyalurkan atau mengalokasikan seluruh kekayaan atau sumber daya yang dimiliki negara kepada seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Meskipun pada kenyataannya tujuan tersebut masih belum direalisasikan dengan baik.
Sejak berdirinya negara RI, sudah banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Seperti Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai cita-cita tolong menolong adalah koperasi namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Menurut UUD 1945, sistem perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34. Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya adalah (Suroso, 1993) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).
Mengapa kita perlu memperhatikan system ekonomi suatu Negara ini disebabkan agar bisnis yang kita lakukan dapat diterima di setiap Negara perdagangan atau bisnis,  perdagangan (trade) adalah pertukaran sukarela terhadap barang, jasa, aset atau uang antara satu orang atau organisasi dengan yang lain . oleh karena itu sifatnya sukarela, kedua belah pihak dari transaksi tersebut harus meyakini bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari pertukaran tersebut atau mereka tidak akan melakukannya. international trade adalah perdagangan antar penduduk dari dua negara. penduduk tersebut dapat berupa individu perusahaan, organisasi nirlaba atau bentuk asosiasi lainnya perdagangan internasional terjadi karena terjadi transaksi antara kedua belah pihak dan kebetulan transaksi terjadi diantara dua negara yang berbeda, meyakini bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari pertukaran sukarela tersebut teori perdagangan internasional pertama berkembang dengan munculnya negara eropa besar selama abad ke enambelas, teori awal ini berfokus pada negara individual dalam membahas pola ekspor dan impor.
Untuk mengatasi masalah ekonomi yang bersifat fundamental (what, how dan for whom) setiap masyarakat mempunyai cara yang berbeda dalam memecahkannya sesuai dengan sistem ekonomi yang dianutnya. Cara suatu masyarakat mengatur kehidupan ekonominya disebut sistem ekonomi atau tata ekonomi. Ada pula yang mengartikan bahwa sistem ekonomi itu merupakan keseluruhan lembaga ekonomi yang dilaksanakan atau dipergunakan oleh suatu bangsa atau Negara dalam melakukan kegiatan ekonominya. Lembaga ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah berupa pedoman, aturan atau kaidah yang dipergunakan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi). Lembaga ekonomi tersebut ada yang bersifat tertulis seperti undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, dsb. Ada pula yang bersifat tidak tertulis seperti kebiasaan, adat-istiadat, cara-cara yang biasa dilakukan suatu masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Jadi, perangkat kelembagaan ini meliputi cara kerja, mekanisme hubungan hukum, peraturan-peraturan perekonomian, dan norma-norma lain yang tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan kegiatan ekonominya. Suatu sistem ekonomi tidaklah berdiri sendiri, sebab berkaitan dengan falsafah atau pandangan hidup masyarakatnya. Sebuah sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam sistem kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, sistem ekonomi merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan bermasyarakat pada suatu negara atau bangsa. Sistem ekonomi yang dianut suatu Negara biasanya bersifat khas.
Untuk membedakannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan oleh negara lain, bisa digunakan sudut pandangan yang menyangkut :
1. Sistem pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi
2. Kebebasan masyarakat untuk saling berkompetisi satu sama lain
3. Peranan pemerintah dalam mengatur kehidupan ekonomi
Sistem Ekonomi Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalis atau juga disebut sistem ekonomi liberal adalah suatu system ekonomi yang kehidupan ekonomi masyarakatnya sangat dipengaruhi atau dikuasai oleh pemilik-pemilik kapital (modal). Sistem ini mula-mula berkembang di Inggris pada pertengahan abad ke 18, setelah Adam Smith yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Ekonomi menerbitkan buku “The Wealth of Nations“. Adam Smith mempunyai pandangan bahwa kepentingan pribadi merupakan kekuatan pengendali kehidupan ekonomi yang akan berjalan ke arah kemakmuran bangsa. Jika setiap orang diberi kebebasan, semuanya akan berusaha untuk mencapai kemakmuran bagi dirinya sendiri.
Tidak akan ada orang menghendaki kemiskinan atau kesengsaraan bagi dirinya
sendiri. Dengan demikian jika setiap individu sudah makmur, maka seluruh masyarakat akan makmur, sebab masyarakat tidak lain merupakan kumpulan individu. Kebebasan yang dimaksudkan Adam Smith, antara lain mencakup kebebasan menjalankan usaha, kebebasan memiliki alat-alat produksi, kebebasan menetapkan harga, kebebasan untuk mengadakan persaingan, kebebasan mengadakan perundingan. Dengan adanya kebebasan ini diharapkan adanya dorongan bagi setiap individu untuk bekerja lebih giat, berlomba ke arah kemajuan ekonomi, sehingga kemakmuran dapat ditingkatkan. Semboyan kaum liberal adalah “laissez faire“ artinya biarkanlah. Semboyan ini mempunyai makna “biarkanlah mereka melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka, biarkanlah produksi dan harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar bebas, tanpa adanya campur tangan pemerintah“.
Tugas pemerintah adalah menjaga keamanan,menegakkan hukum, dan menyelenggarakan pekerjaan umum. Sistem ekonomi kapitalis (liberal) tersebut memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut:
•Pemilikan alat-alat produksi seperti tanah, pabrik, mesin-mesin oleh fihak swasta baik perseorangan maupun perusahaan. Setiap orang memiliki kebebasan memiliki alat-alat produksi.
•Adanya kebebasan berusaha dan bersaing.Setiap orang bebas memilih lapangan pekerjaannya (mendirikan perusahaan), dan bebas bersaing dengan cara apapun.
•Produksi dilaksanakan oleh para pengusaha swasta atas prakarsa dan tanggung jawabnya sendiri.
•Para produsen bebas menentukan apa dan berapa yang akan diproduksi, didorong oleh motif mencari keuntungan sebesar-besarnya.
•Harga-harga dibentuk di pasar bebas yang ditentukan oleh pertemuan Antara permintaan dan penawaran.
•Campur tangan pemerintah dalam kehidupan ekonomi tidak dibenarkan.

Dalam kenyataannya kebebasan yang dikehendaki oleh kaum kapitalis, selain telah membawa kemajuan ekonomi yang pesat (industri dan perdagangan), juga telah mengakibatkan kesengsaraan bagi banyak orang. Sistem ekonomi ini ternyata memiliki
keburukan-keburukan :
1.Konsentrasi (pemusatan) kekuasaan ekonomi pada kelompok tertentu, sehingga muncul bentuk monopoli. Tidak selalu mekanisme pasar itu merupakan suatu system pasar persaingan sempurna, di mana harga ditentukan oleh permintaan pembeli dan penawaran penjual yang banyak jumlahnya. Dalam kenyataannya satu atau beberapa perusahaan raksasa menguasai pasar. Mereka memiliki kekuasaan yang sangat besar di dalam menentukan harga, dan menentukan jumlah dan jumlah barang yang ditawarkan. Mereka selalu membatasi produksi pada tingkat di mana mereka akan memperoleh keuntungan maksimum.
2.Ketimpangan atau ketidakmerataan dalam pembagian pendapatan, sehingga memperlebar jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kebebasan yang tidak ada batasnya dalam kegiatan ekonomi merugikan golongan yang lemah,sebab mereka akan kalah bersaing. Perusahaan besar bersaing dengan perusahaan kecil, sehingga akhirnya menimbulkan semacam “kanibalisme“. Kekayaan makin bertambah pada golongan yang kuat, sedangkan, sementara golongan yang lemah akan jatuh miskin, yakni para pengusaha kecil dan kaum buruh.
3.Kehidupan ekonomi sering tidak stabil, adanya gelombang konjungtur. Mekanismepasar bebas menyebabkan perekonomian selalu mengalami fluktuasi yang tidak teratur. Pada suatu masa tertentu akan mengalami kemakmuran yang tinggi, tetapi pada masa berikutnya akan mengalami kemerosotan yang luar biasa. Para pengusaha dapat memperoleh keuntungan yang banyak secara mendadak di suatu saat, dan mengalami kehancuran pada masa berikutnya. Demikian pula inflasi dapat tiba-tiba muncul, dan penganguran yang tinggi dapat muncul pada masa berikutnya. Ketidakstabilan ekonomi seperti ini sangat merugikan masyarakat banyak.

Sistem Ekonomi Sosialis
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sistem ekonomi kapitalis, telah menyebabkan munculnya paham baru yang menentang paham tersebut. Paham baru ini dikenal dengansistem ekonomi sosialis atau sistem ekonomi terpimpin.Sistem ekonomi sosialis merupakan suatu sistem ekonomi di mana sebagian besar barang-barang modal/faktorfaktor produksi, dikuasai oleh negara yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai keseluruhan. Berbeda dengan kapitalisme yang menitik beratkan pada pandangan hidup individualisme, sosialisme menitik beratkan pada pandangan kolektivisme. Kolektivisme adalah pandangan yang mengajarkan bahwa di samping setiap orang sebagai warga masyarakat, masyarakat sebagai keseluruhan merupakan satuan tersendiri yang mempunyai kepentingan yang hendaknya dipenuhi terlebih dahulu daripada kepentingan perseorangan. Ciri-ciri system ekonomi sosialis tersebut antara lain :
1.Semua alat-alat produksi (tanah, mesin-mesin, pabrik) produksi dimiliki dan dikuasaioleh pemerintah/negara. Tidak ada hak milik pribadi atas alat-alat produksi.
2.Seluruh kegiatan produksi dilakukan oleh negara. Tidak ada usaha swasta, semua perusahaan adalah perusahaan negara.
3.Jumlah dan jenis barang yang harus diproduksi ditentukan oleh Badan Perencana Ekonomi Pusat yang dibentuk pemerintah.
4.Harga dan distribusi barang ditentukan dan dikendalikan oleh pemerintah.
5.Semua warga masyarakat adalah tenaga kerja/karyawan yang wajib ikut berproduksi sesuai dengan kemampuannya, yang kemudian diberi upah/gaji oleh negara sesuai dengan kebutuhannya.
Sistem ekonomi ini dipraktekkan di negara-negara komunis, di mana pemerintah sepenuhnya menentukan corak kegiatan ekonomi yang akan dilakukan. Perencanaan dilakukan meliputi hampir semua aspek kehidupan ekonomi. Karena itu, sistem ini sering juga disebut ekonomi komando (command economy) atau sistem ekonomi yang diatur oleh perintah dari pusat. Sekalipun sistem ekonomi ini dapat lebih menjamin adanya pemerataan pembagian pendapatan, namun sistem ekonomi ini telah mengorbankan kemerdekaan manusia secara pribadi. Hak milik pribadi atas alat-alat produksi tidak ada, sehingga menyebabkan kurangnya dorongan untuk bekerja secara produktif.

Sistem Ekonomi Campuran
Dalam kenyataanya, kedua bentuk sistem ekonomi tersebut (kapitalis maupun sosialis), tidak ada yang murni, yang ada adalah bentuk campuran dari kedua sistem tersebut. Dalam sistem ekonomi campuran, pemerintah ikut campur dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Namun demikian, campur tangan tersebut tidak menghapus kegiatan ekonomi yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Sistem ekonomi campuran yang diterapkan oleh banyak negara tidak selalu sama. Ada yang kadar kapitalismenya lebih tinggi seperti Amerika Serikat, Hongkong, Singapura. Ada pula yang bobot sosialismenya lebih besar seperti India. Untuk mengetahui apakah suatu negara condong ke arah sistem ekonomi liberal atau sebaliknya, terdapat ukuran yang disebut “indeks kebebasan ekonomi“ yang dikembangkan oleh Milton Friedman dkk yang tergabung dalam “Economic Freedom Network“ . Indeks ini dibangun atas 17 komponen, diantara nya menyangkut aspek operasi (campur tangan) pemerintah dan struktur ekonomi. Skala indeks bergerak dari 0 sampai 10. Negara dengan indeks lebih tinggi menunjukkan konsistensi yang kuat pada sistem ekonomi liberal. Dengan menggunakan indeks kebebasan ekonomi dari Milton Friedman, sistem ekonomi yang paling liberal di dunia adalah Hongkong (9,3), disusul oleh Singapura (8,2), Selandia Baru (8,0) dan Amerika Serikat (7,6). Sementara itu di tingkat ASEAN, tercatat Thailand (7,2), Filipina (7,0), Malaysia (7,0), Indonesia (6,3). Perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 1975-1995 tampak semakin liberal dengan bergeraknya indeks kebebasan ekonomi dari 5,2 pada tahun 1975 menjadi 6,3 pada tahun 1995. Apakah negara dengan indeks kebebasan ekonomi yang tinggi menunjukkan pertumbuhan yang baik dalam perekonomiannya?   Secara empirik terbukti bahwa memang ada korelasi positif antara kebebasan ekonomi dengan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Liberal Institut pada tahun 1997 menunjukkan bahwa selama kurun 1985-1996, pendapatan per kapita di negara-negara yang perekonomiannya sangat bebas mencapai US $ 14.829, sedangkan di negara yang kurang bebas mencapai US $ 12.369, dan di negara yang paling kurang bebas hanya mencapai US $ 2.541. Demikian pula dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara yang yang perekonomiannya sangat bebas, tingkat pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 2,9 % per tahun, sedangkan di negara yang perekonomiannya kurang bebas mencapai 1,8 % per tahun, dan di negara yang paling kurang bebas, tingkat pertumbuhan ekonomi hanya 1,0 % per tahun. Sayangnya hasil studi ini tidak melaporkan bagaimana hubungan kebebasan ekonomi dengan pemerataan tingkat kesejahteraan. Dalam sistem ekonomi campuran, pemerintah dapat mengatur, mengawasi, menstabilkan dan memajukan ekonomi nasional secara keseluruhan, dengan mendorong atau menumbuhkan inisiatif swasta. Namun, yang masih menjadi persoalan adalah bagaimana sebaiknya cara yang ditempuh pemerintah dan apakah campur tangan pemerintah tersebut harus bersifat langsung atau tidak langsung, apakah cukup dengan peraturan saja? Secara garis besar, keterlibatan pemerintah dalam kehidupan ekonomi, dapat dibedakan dalam tiga bentuk:
1.Membuat peraturan-peraturan, dengan tujuan pokok agar kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi berjalan secara wajar dan tidak merugikan masyarakat. Misalnya, peraturan mengenai upah minimum ditetapkan agar para pekerja diberikan upah yang wajar dan layak sehingga dapat mencukupi berbagai kebutuhan yang pokok. Peraturan mengenai lokasi pengembangan dibuat, agar industri-industri yang didirikan tidak mengganggu masyarakat di sekitarnya dengan berbagai polusi (pencemaran) yang dihasilkannya.
2.Menjalankan berbagai kebijaksanaan ekonomi, antara lain kebijaksanaan fiskal dan moneter.
3.Secara langsung menjalankan berbagai kegiatan ekonomi, sehingga dapat memaksimumkan keuntungan sosial (keuntungan yang diperoleh masyarakat secara keseluruhan). Kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta pada umumnya dapat menghasilkan keuntungan yang besar sekali bagi individu yang bersangkutan (keuntungan perseorangan). Akan tetapi, masyarakat belum tentu mendapat keuntungan, bahkan mengalami kerugian, akibat tindakan individu yang bersangkutan, misalnya dengan menetapkan harga yang tidak wajar. Karena itulah pemerintah ikut campur secara langsung, dengan mendirikan perusahaan-perusahaan negara untuk bidang-bidang yang vital dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ikut campur pemerintah tersebut, diharapkan dapat memaksimumkan keuntungan sosial.

Sistem Ekonomi Indonesia
Seperti dikemukakan oleh Partadiredja (1983), seorang pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, sebagian besar negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, menganut sistem ekonomi campuran. Terdapat pemilikan swasta perseorangan atas alat alat produksi yang berdampingan dengan pemilikan negara, dan bahkan pemilikan kelompok-kelompok persekutuan adat. Mekanisme harga dan pasar bebas, hidup berdampingan dengan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagian besar harga barang dan jasa dan faktor produksi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pemerintah juga mempengaruhi kekuatan permintaan dan penawaran tersebut melalui kebijaksanaan harga, termasuk penetapan upah minimum. Mengenai turut campurnya pemerintah dalam kehidupan ekonomi, dapat dilihat ketentuan pada ayat 2 dan 3 pasal 33 UUD 1945. Ayat 2 tersebut berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara“. Menurut Mohammad Hatta, yang merumuskan pasal 33 tersebut, dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri yang menjadi pengusaha, usahawan atau ondenemer. Selanjutnya dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan-peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang penghisapan orang lemah oleh orang yang bermodal. Demikian pula negara mempunyai kewajiban supaya ketentuan yang termuat pada pasal 27 ayat 2 dapat terlaksana. Ketentuan itu berbunyi “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Dalam dokumen GBHN pada masa Orde Baru, sistem ekonomi Indonesia dinamakan sebagai demokrasi ekonomi yang memiliki ciriciri positif sebagai berikut.
1.Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan memenuhi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat serta pengawasan terhadap kebijakannya ada pada Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula
5.Warga negara memiliki kebebasan dalam memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6.Hak milik perorangan diakui sedangkan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7.Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8.Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
Sebaliknya dalam demokrasi ekonomi harus dihindarkan timbulnya ciri-ciri negatif berikut ini.
1.Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural poisisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
2.Sistem etatisme dalam mana negara beserta aparatur ekonomi negara mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
3.Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Pada dekade 1980-an terdapat suatu polemik dari para pakar ekonomi tentang system ekonomi yang diinginkan (ideal) untuk masyarakat Indonesia. Sistem ekonomi tersebut kemudian dinamai Sistem Perekonomian Pancasila (SPP). Menurut Mubyarto, salah seorang penggagasnya, Sistem Perekonomian Pancasila tersebut memiliki 5 ciri pokok sebagai berikut.
1.Koperasi sebagai soko guru perekonomian, karena koperasi merupakan bentuk yang paling kongkrit dari sebuah usaha bersama.
2.Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomis, sosial dan moral. Rangsangan (dorongan) sosial dan moral ini sangat ditekankan, karena rangsanganrangsangan inilah yang membedakan Sistem Perekonomian Pancasila dengan system ekonomi kapitalis yang menekankan rangsangan ekonomi semata.
3.Adanya kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah kemerataan sosial. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya punya rasa individual dalam mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi dirinya dalam kegiatan ekonomi.
4.Nasionalisme menjiwai setiap kebijakan ekonomi
5.Adanya keseimbangan yang jelas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.

Sejarah Perekonomian Indonesia
Secara sederhana sejarah perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua periode utama, yaitu :
a. Periode Pra Kemerdekaan
1) Periode pra kolonialisme
2) Perode kolonialisme
b. Periode Kemerdekaan
3) Periode Ode Lama (ORLA)
4) Periode Orde Baru (ORBA)
5) Periode Orde Reformasi

Periode Pra Kemerdekaan
1) Periode Pra Kolonialisme
Yang dimaksud dengan periode Pra-Kolonialisme adalah masa – masa berdirinya kerajaan – kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke – 5) ampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai kekuatan ekonomi dan politikdi wilayah nusantara (sekitar abad k-15 sampai 17). Pada masa itu RI belum berdiri. Daerah – daerah umumnya dipimpin oleh kerajaan – kerajaan. Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut Antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya
dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”. Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam system perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaankerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Dengan kata lain, system pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama perekonomian adalah:
1.Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah–rempah di Maluku.
2.Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
3.Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa yang sangat mengandalkan jalur laut.
Kerajaan-kerajaan besar yang pernah muncul dalam sejarah Inonesia diantaranya seperti Sriwijaya (abad ke-8), Majapahit (abad ke 13-15) maupun Banten (abad ke 17-18)
merupakan kerajaan –kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.

2) Periode Kolonialisme
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai system yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi: :
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC. Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun system pasokan kebutuhankebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempahrempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri  Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai
komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam
jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda.
Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh:
oPeperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,terutama perang Diponegoro.
oPenggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
oKorupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
oPembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit. Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau.
Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.

Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah
pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain:
a. Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang
menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan)
b. Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
c. The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
1.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
2.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
3.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produkproduk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram--yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan--dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang). Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa  masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris. Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada:
a. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b. Prinsip keuntungan absolut: Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c. Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

b. Periode Kemerdekaan
1) Periode Ode Lama (ORLA) : periode 1945-1966
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan:
1.Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
a.Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutu pintu perdagangan luar negri RI
b.Kas negara kosong.
c.Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
b.Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
c.Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
d.Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948. yaitu dengan mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan denganı beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik.

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teoriteori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untukmengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha nonpribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
d)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan system demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain:
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan system demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

2) Periode Orde Baru (ORBA) : periode Maret 1966 - Mei 1998
Orde baru memiliki perhatian kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Orde baru menjalin kerjasama dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Sebelum melakukan pembangunan Repelita, dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran kebijakan terutama untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada Orde Lama. Penyusunan rencana Pelita secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh negaranegara Barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru: meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalamskala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran. Terjadi perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia selama masa Orde Baru jika dilihat dari perubahan pangsa PDB (Produk Domestik Bruto), terutama dari sektor industri. Kontribusi sektor industri sekitar 8% (1960) menjadi 12% (1983). Hal ini menunjukkan terjadinya proses industrialisasi atau transformasi ekonomi dari Negara agraris menuju semiindustri. Proses pembangunan dan perubahan ekonomi semakin cepat pada paruh dekade 80-an, di mana pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi di sektor moneter maupun riil dengan tujuan utama meningkatkan ekspor nonmigas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan. Deregulasi menyebabkan terjadinya pergeseran dari semula tersentralisasi menjadi desentralisasi dan peranan sektor swasta semakin besar. Pada level meso (tengah) dan mikro, pembangunan tidak terlalu berhasil : jumlah kemiskinan tinggi, kesenjangan ekonomi meningkat di akhir 90-an. Secara umum dalam Orde Baru terjadi perubahan orientasi kebijakan ekonomi yang semula bersifat tertutup di Orde Lama menjadi terbuka pada Orde Baru Perkembangan ekonomi masa Orde Baru lebih baik dari Orde Lama disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Kemauan Politik yang kuat dari pemerintah untuk melakukan pembangunan ataumelakukan perubahan kondisi ekonomi.
2. Stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik daripada masa Orde Lama. Pemerintah Orde Baru berhasil menekan inflasi. Mereka juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok masyarakat serta meyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan sosial adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.
3. Sumber daya manusia yang lebih baik. SDM di masa ORBA memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.
4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat membantu khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, dan transfer teknologi serta ilmu pengetahuan.
5. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik. Selain terjadi oil boom (tingkat produksi minyak dan harganya yang meningkat), juga kondisi ekonomi dan politik dunia pada era ORBA khususnya setelah perang dingin berakhir, jauh lebih baik daripada semasa ORLA.
Pemerintahan Transisi, ciri-cirinya :
Diawali dengan melemahnya nilai tukar baht Thailand terhadap USD pada Mei 1997, sehingga para investor mengambil keputusan jual baht untuk beli USD. Melemahnya baht merambah sampai ke mata uang Asia lainnya (Ringgit Malaysia hingga Rupiah). Hal ini menyebabkan terjadinya krisis keuangan di Asia. Nilai tukar Rupiah terus melemah terhadap USD, pemerintah melakukan intervensi dengan memperluas rentang intervensi. Namun hal itu tidak banyak membantu pemulihan nilai tukar rupiah thd USD. Pada Oktober 1997, pemerintah memutuskan meminta bantuan keuangan pada IMF. Paket bantuan I sebesar USD 40 Milyar diturunkan pada akhir Okt 1997. Bantuan tersebut diikuti dengan persyaratan penutupan atau pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat. Setelah paket bantuan, justru nilai tukar Rp semakin melemah. Akhirnya pemerintah membuat kesepakatan dengan IMF dalam bentuk Letter of Intent (LoI) pada Januari 1998. LoI berisi 50 butir kebijakan mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural. Di bidang fiskal : penegasan penggunaan prinsip anggaran berimbang pada APBN, usaha pengurangan pengeluaran pemerintah (menghilangkan subsidi BBM dan listrik), membatalkan sejumlah proyek infrastruktur yang besar, serta peningkatan pendapatan pemerintah. Setelah gagal dengan kesepakatan pertama, dibuat lagi kesepakatan baru pada Maret 1998 dengan nama Memorandum Tambahan tentang Kebijakan Ekonomi dan Keuangan (MTKEK). Memorandum tambahan itu antara lain: Program stabilisasi, dengan tujuan utama menstabilkan pasar uang dan mencegah inflasi. Restrukturisasi perbankan dengan tujuan untuk menyehatkan perbankan nasional. Reformasi struktural dalam perekonomian. Penyelesaian utang luar negeri swasta dengan melibatkan pemerintah. Bantuan untuk rakyat kecil sebagai kompensasi penurunan subsidi BBM dan listrik. Pada periode ini masih dipimpin oleh Soeharto, namun pada akhir Mei 1998, terjadi gerakan mahasiswa untuk menurunkannya. Soeharto kemudian digantikan oleh Habibie yang merupakan awal terbentuknya pemerintahan transisi. Disebut dengan transisi karena seharusnya melakukan perubahan (reformasi) terhadap apa yang sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya, tetapi ternyata pemerintahan yang baru ini masih dianggap bagian dari gaya Orde Baru dan tidak ada perubahan yang nyata dalam perekonomian.

3) Periode Orde Reformasi: Periode 1998-Sekarang

Pemerintahan presiden BJ.Habibie
Pemerintahan presiden BJ.Habibie Yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.

Kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalanpersoalan ekonomi antara lain :
a)Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b)Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatankekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan controversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap impor atau ekspor. Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area Ekonomi Eropa/Uni Eropa dan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang telah mendirikan pasar terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan. Sebagian besar negara-negara saat ini adalah anggota dari perjanjian perdagangan multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, sebagian besar pemerintah masih memberlakukan beberapa kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk mendukung kerja lokal, seperti penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor. Pemerintah juga dapat membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber daya alam. Hambatan lain yang dapat menghambat perdagangan termasuk kuota impor, pajak, dan hambatan non-tarif seperti undang-undang peraturan.
Perdagangan bebas internasional adalah perdagangan antar negara yang bebas dari hambatan masuk dan keluar, impor dan ekspor. Perdagangan antar negara tidak seperti perdagangan di dalam suatu negara; dalam perdagangan antar negara ada bea masuk impor yang dikenakan terhadap barang-barang luar negeri yang masuk ke negara lain, di samping ada juga pajak ekspor yang dikenakan atas penjualan barang ke luar negeri.
Hambatan-hambatan keluar masuk barang seperti itu disebut hambatan tarif. Di samping hambatan tarif ada juga hambatan non-tarif, yang dirancang untuk membatasi masuknya barang-barang impor, seperti kuota impor barang tertentu yang dimaksud untuk membatasi jumlah barang tersebut yang boleh diimpor, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu barang impor boleh masuk, subsidi kepada produsen dalam negeri, dsb. Hambatan-hambatan seperti itu dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri supaya pasarnya jangan direbut oleh produsen luar negeri.
Menurut para ekonom Barat hambatan-hambatan dalam perdagangan antar negara membuat perdagangan antar negara tidak bisa berkembang sebagaimana mestinya, sehingga pertumbuhan ekonomi dunia tidak mencapai tingkat yang maksimal. Menurut mereka perekonomian dunia akan lebih optimal jika hambatan-hambatan tersebut dihilangkan atau diminimalkan. Dengan adanya perdagangan bebas maka tiap negara hanya akan memproduksi barang dan jasa dimana mereka mempunyai keunggulan komparatif. Jika tiap negara berproduksi di bidang-bidang spesialisasinya maka akan diperoleh hasil keseluruhan yang optimal.
APEC (Asia-Pacific Economic Cooporation)
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan upaya kerjasama dari 21 negara dengan tujuan bersama untuk meningkatkan perdagangan bebas di wilayah ini. Pertama kali didirikan pada tahun 1989 dengan 12 negara anggota di Canberra, Australia, APEC telah membuat langkah besar dalam memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan di antara negara-negara anggotanya.
Konsep APEC awalnya disebutkan secara terbuka oleh mantan Perdana Menteri Australia, Robert Hawke, dalam pidatonya di Seoul, Korea pada bulan Januari 1989 APEC disampaikan dalam menanggapi pertumbuhan saling ketergantungan antara ekonomi Asia-Pasifik dan kebutuhan untuk membangun masyarakat yang lebih kuat. Pada tahun itu, dua belas negara Asia-Pasifik bertemu di Canberra, Australia, untuk mendirikan APEC. Anggota pendiri adalah: Australia, Brunei, Kanada, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat.
Antara tahun 1989 dan 1992, APEC melakukan pertemuan antar pejabat senior informal dan dialog tingkat menteri. Pada tahun 1993, mantan Presiden Amerika Serikat, William Clinton, mendirikan praktek Rapat tahunan Pemimpin Ekonomi APEC. Pertemuan tahunan pertama para pemimpin APEC diadakan di Blake Island, Washington, Amerika Serikat, untuk memberikan liberalisasi perdagangan dan kerjasama ekonomi lebih lanjut dorongan dan komitmen tingkat tinggi, untuk mengembangkan semangat masyarakat, dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Daftar anggota APEC
APEC MembersDate of Joining
Australia6-7 Nov 1989
Brunei Darussalam6-7 Nov 1989
Canada6-7 Nov 1989
Chile11-12 Nov 1994
People's Republic of China12-14 Nov 1991
Hong Kong, China12-14 Nov 1991
Indonesia6-7 Nov 1989
Japan6-7 Nov 1989
Republic of Korea6-7 Nov 1989
Malaysia6-7 Nov 1989
Mexico17-19 Nov 1993
New Zealand6-7 Nov 1989
Papua New Guinea17-19 Nov 1993
Peru14-15 Nov 1998
The Philippines6-7 Nov 1989
Russia14-15 Nov 1998
Singapore6-7 Nov 1989
Chinese Taipei12-14 Nov 1991
Thailand6-7 Nov 1989
The United States6-7 Nov 1989
Viet Nam14-15 Nov 1998

















SISTEM PEREKONOMIAN NEGARA JEPANG








Sistem perekonomian Jepang
Negara jepang
Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis, Jepang berada antara 30°LU - 46°LU dan 128°BT - 179°BT. Luas negara ini sekitar 377.837 km² dengan jumlah penduduk mencapai 127.333.000 jiwa. Berdasarkan kedua indikator tersebut, rata-rata kepadatan penduduk Jepang sekitar 323 jiwa/ km². Sebagai negara kepulauan, Jepang memiliki beberapa pulau besar sebagai pulau utama, yaitu Honshu (pulau terluas sekaligus letak ibukota Jepang, Tokyo), Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku. Selain itu, terdapat lebih dari 3.000 pulau kecil yang mengelilinginya.
Di bidang perekonomian, Jepang banyak memegang peran penting, pendapatan perkapitanya yang tinggi (mencapai 31.410 US dollar) serta kestabilan mata uangnya mengantarkan Jepang sebagai salah satu negara maju di kawasan Asia. Di percaturan dunia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan mendapat julukan “Macan Asia” karena kemampuan negara - negara tersebut dalam memperkukuh pengaruh perekonomiannya di kawasan Asia. Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Sebagai kepala negara seremonial, kedudukan Kaisar Jepang diatur dalam konstitusi sebagai "simbol negara dan pemersatu rakyat". Kekuasaan pemerintah berada di tangan Perdana Menteri Jepang dan anggota terpilih Parlemen Jepang, sementara kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat Jepang. Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala negara dalam urusan diplomatik.
Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar yang dibentuk mengikuti sistem Inggris. Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Majelis Rendah Jepang terdiri dari 480 anggota dewan. Anggota majelis rendah dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau setelah majelis rendah dibubarkan. Majelis Tinggi Jepang terdiri dari 242 anggota dewan yang memiliki masa jabatan 6 tahun, dan dipilih langsung oleh rakyat. Warganegara Jepang berusia 20 tahun ke atas memiliki hak untuk memilih.
Ekonomi
Sejak periode Meiji (1868-1912), Jepang mulai menganut ekonomi pasar bebasdan mengadopsi kapitalisme model Inggris dan Amerika Serikat.. Lebih dari 3.000 orang Eropa dan Amerika didatangkan sebagai tenaga pengajar di Jepang. Pada awal periode Meiji, pemerintah membangun jalan kereta api, jalan raya, dan memulai reformasi kepemilikan tanah. Pemerintah membangun pabrik dan galangan kapal untuk dijual kepada swasta dengan harga murah. Sebagian dari perusahaan yang didirikan pada periode Meiji berkembang menjadi zaibatsu, dan beberapa di antaranya masih beroperasi hingga kini.
Pertumbuhan ekonomi riil dari tahun 1960-an hingga 1980-an sering disebut "keajaiban ekonomi Jepang", yakni rata-rata 10% pada tahun 1960-an, 5% pada tahun 1970-an, dan 4% pada tahun 1980-an. Dekade 1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan yang mengakibatkan konflik perdagangan.
Jepang adalah perekonomian terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat,dengan PDB nominal sekitar AS$4,5 triliun dan perekonomian terbesar ke-3 di dunia setelah AS dan Republik Rakyat Cina dalam keseimbangan kemampuan berbelanja. Industri utama Jepang adalah sektor perbankan, asuransi, realestat, bisnis eceran, transportasi, telekomunikasi, dan konstruksi. Jepang memiliki industri berteknologi tinggi di bidang otomotif, elektronik, mesin perkakas, baja dan logam non-besi, perkapalan, industri kimia, tekstil, dan pengolahan makanan. Sebesar tiga perempat dari produk domestik bruto Jepang berasal dari sektor jasa.
Hingga tahun 2001, jumlah angkatan kerja Jepang mencapai 67 juta orang. Tingkat pengangguran di Jepang sekitar 4%. Pada tahun 2007, Jepang menempati urutan ke-19 dalam produktivitas tenaga kerja.Menurut indeks Big Mac, tenaga kerja di Jepang mendapat upah per jam terbesar di dunia. Toyota Motor, Mitsubishi UFJ Financial, Nintendo, NTT DoCoMo, Nippon Telegraph & Telephone, Canon, Matsushita Electric Industrial, Honda, Mitsubishi Corporation, dan Sumitomo Mitsui Financial adalah 10 besar perusahaan Jepang pada tahun 2008.Sejumlah 326 perusahaan Jepang masuk ke dalam daftar Forbes Global 2000 atau 16,3% dari 2000 perusahaan publik terbesar di dunia (data tahun 2006). Bursa Saham Tokyo memiliki total kapitalisasi pasar terbesar nomor dua di dunia. Indeks dari 225 saham perusahaan besar yang diperdagangkan di Bursa Saham Tokyo disebut Nikkei 225.
Dalam Indeks Kemudahan Berbisnis, Jepang menempati peringkat ke-12, dan termasuk salah satu negara maju dengan birokrasi paling sederhana. Kapitalisme model Jepang memiliki sejumlah ciri khas. Keiretsu adalah grup usaha yang beranggotakan perusahaan yang saling memiliki kerja sama bisnis dan kepemilikan saham. Negosiasi upah (shuntō) berikut perbaikan kondisi kerja antara manajemen dan serikat buruh dilakukan setiap awal musim semi. Budaya bisnis Jepang mengenal konsep-konsep lokal, seperti Sistem Nenkō, nemawashi, salaryman, dan office lady. Perusahaan di Jepang mengenal kenaikan pangkat berdasarkan senioritas dan jaminan pekerjaan seumur hidup.
Jepang adalah negara pengimpor hasil laut terbesar di dunia (senilai AS$ 14 miliar). Jepang berada di peringkat ke-6 setelah RRC, Peru, Amerika Serikat, Indonesia, dan Chili, dengan total tangkapan ikan yang terus menurun sejak 1996. Pertanian adalah sektor industri andalan hingga beberapa tahun seusai Perang Dunia II. Menurut sensus tahun 1950, sekitar 50% angkatan kerja berada di bidang pertanian. Sepanjang "masa keajaiban ekonomi Jepang", angkatan kerja di bidang pertanian terus menyusut hingga sekitar 4,1% pada tahun 2008. Pada Februari 2007 terdapat 1.813.000 keluarga petani komersial, namun di antaranya hanya kurang dari 21,2% atau 387.000 keluarga petani pengusaha.
Keunggulan perekonomian Jepang
Berikut ini beberapa bentuk keunggulan Jepang di berbagai bidang :
Keunggulan Di Bidang Pertanian
Daratan Jepang banyak terdapat gunung dan pegunungan, sehingga topografinya relatif kasar. Kondisi ini menyebabkan Jepang memiliki luas wilayah pertanian yang tidak begitu luas, yaitu hanya ± 16% dari seluruh wilayah daratannya. Akan tetapi, meskipun luas wilayah pertaniannya relatif sempit, Jepang ternyata mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah dan berinovasi di bidang pertanian, terutama dalam pemanfaatan teknologi dalam menciptakan varietas - varietas baru unggulan, pupuk, alat - alat pertanian dan obat - obatan. Hasil - hasil pertanian Jepang antara lain padi, kentang, jagung, sayur - sayuran, teh, jeruk, dan apel.
Keunggualan Di Bidang Perikanan dan Peternakan
Ikan merupakan bahan makanan kegemaran mayoritas penduduk Jepang. Oleh karena itulah pemenuhan akan konsumsi ikan terutama ikan laut di Jepang sangat tinggi. Hal ini didukung oleh adanya pertemuan arus hangat dan arus dingin (Kurosyiwo dan Oyasyiwo) di perairan Jepang yang kaya akan ikan. Hasil - hasil perikanan Jepang meliputi ikan salmon, makarel, tuna, hiu, haring, dan paus. Kesemuanya itu sebagian dikonsumsi langsung dan sebagian lagi diolah sebagai makanan kaleng. Adapun peternakan yang banyak berkembang di Jepang adalah peternakan babi, ayam, dan sapi.
Keunggulan Di Bidang Industri
Jepang merupakan negara industri besar. Bahkan saat ini Jepang menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebagai negara industri besar di dunia. Produk industri Jepang telah tersebar ke berbagai pelosok dunia. Produk - produk tersebut meliputi produk permainan, barang elektronik, mobil/otomotif, obat - obatan/bahan kimia, tekstil, bahan makanan olahan, semen, kertas dan barang cetakan, kamera, dan alat transportasi. Bahkan, saat ini hasil industri otomotif Jepang merupakan hasil industri otomotif terbesar dunia. Hasil pembangunan negara Jepang di bidang industri ini sangat luar biasa, mengingat Jepang miskin sumber bahan mineral, sehingga sebagian besar bahan baku industri tersebut diimpor dari negara lain, termasuk dari Indonesia.
Kota - Kota Utama Jepang
Adanya pemuasatan kota kota di jepang yaitu;
Ø  Tokyo, merupakan ibukota Jepang, sekaligus sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan bertaraf internasional.
Ø  Osaka, merupakan kota terbesar kedua Jepang, sekaligus sebagai pusat industri tekstil.
Ø  Nagoya, merupakan pusat industri pesawat terbang, otomotif, lokomotif, dan industri besar lainnya. Keberadaan kota ini oleh orang Jepang dianggap sebagai “ibukota” Jepang di wilayah tengah.
Ø  Kyoto, merupakan ibukota Jepang hingga tahun 1868, kota ini sekarang berkembang sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan.
Ø  Ginza, merupakan pusat hiburan, bisnis, dan perdagangan bertaraf internasional.
Kenggulan Sumber daya manusia
Kelebihan ekonomi jepang adalah masyarakat jepang yang terus berinovasi dan memiliki mental yang kuat, oleh karena itulah tidak heran jika banyak teknologi terbaru yang ditemukan dan dibuat di Jepang. Sumber Daya Manusia yang luar biasa inilah yang tidak dimiliki oleh negara lain. Bangsa Jepang adalah bangsa pembelajar terbaik di dunia.
Mereka belajar seperti melakukan ibadah agama, yang dipraktikkan dengan semangat yang nyaris mencapai fanatisme. Mereka belajar dengan penuh semangat karena mereka paham betul kegunaannya. Pengetahuan yang unggul, intelektual, dan moral akan memberikan mereka kemajuan, kebahagiaan, dan Keunggulan. Semua belajar dengan giat: pemerintah belajar, politisi, industrialis, para pekerja, kaum intelektual, anak-anak, ibu-ibu, semuanya belajar. Di Jepang dikenal istilah Joho shakai, “the information intelligence society“, masyarakat cerdas dengan akses yang luas terhadap informasi.
Belajar dan mencari ilmu adalah jiwa dari masyarakat Jepang. Jepang juga membangun sistem pendidikan terbaik di dunia. Nilai anak-anak Jepang      dalam berbagai perlombaan sains dan matematika dunia selalu berada di urutan tertinggi. Mereka tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan secara efektif, tetapi juga diperkuat karakternya. Mereka digembleng supaya memiliki disiplin yang tinggi. bisa ber-langsung dari jam 5 sore sampai jam 8, bahkan 9 malam, 3 kali seminggu
Para ibu juga sangat aktif mendorong anak-anaknya belajar. Mereka dikenal dengan “Kyoiku Mama“, “Ibu Pendidikan”. Mereka akan meneliti kualitas sekolah yang akan dimasuki anak-anaknya. Mereka mempelajari bahan-bahan pelajaran anaknya, dan mendampingi mereka belajar. Setiap ibu sadar, satu-satunya cara mendapatkan hidup yang lebih baik, adalah dengan anaknya sukses di sekolah. Jepang juga mempunyai media pendidikan yang di¬dukung penuh dengan dana yang besar dari pemerintah. Jam tayang televisi NHK hampir separuhnya berisi program-program pendidikan terbaik, baik untuk pelajar, petani, maupun manajemen perusahaan. Stasiun televisi lainnya juga diwajibkan untuk memiliki program pendidikan.
Keunggulan Birokrasi
Birokrasi di Jepang selalu bercitra positif, bekerja dengan cepat, tepat, dan efisien. Badannya pun ramping. Bandingkan dengan citra birokrasi kita yang terkenal lamban, tambun, dan kental dengan aroma korupsi. Michael Williams pernah menulis di Wall Street Journal, birokrat Jepang rutin bekerja 14 jam sehari. Kerjanya tidak diisi dengan santai, tetapi bergelut dengan dokumen, saling berkonsultasi dan bertemu dengan mereka yang menginginkan kenaikan anggaran. Pada saat-saat penting penyusunan anggaran, birokrat di Kementerian Keuangan Jepang minimal bekerja 250 jam sebulan. Mereka jarang pulang ke rumah hingga di setiap kubikel kantor selalu tersedia tempat tidur untuk istirahat. Dokter sesekali dipanggil untuk memberi injeksi vitamin kepada mereka yang bekerja tanpa kenal lelah. Birokrasi di Jepang terdiri atas lulusan-lulusan terbaik dari kampus-kampus prestisius. Seleksi dalam satu tahun, 45.000 pelamar berebut 780 posisi pegawai negeri sipil.

Kebijakan ekonomi yang dimiliki negara Jepang
Jepang merupakan salah satu negara yang dianggap paling sukses dalam membangun perekonomiannya. Hal ini terbukti dari perjalanan panjang sejarah pembangunan ekonomi Jepang yang terbagi menjadi dua bagian yakni: pada abad kesembilan-belas (zaman restorasi meiji sebagai industrialisasi awal Jepang) sampai awal Perang Dunia Kedua, serta dari masa ‘pertumbuhan cepat’ (pasca Perang Dunia Kedua, 1950-an) sampai saat ini. Itu semua tentunya dapat menjadi bukti untuk memperkuat posisi Jepang sebagai negara yang mampu untuk memajukan perekonomiannya, terutama untuk masa setelah PD II, dimana keadaaan ekonomi Jepang dapat berubah secara drastis, dari negara yang miskin menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi besar di dunia, khususnya di wilayah Asia.
Kemajuan ekonomi Jepang itu sendiri pada dasarnya tidak muncul begitu saja, melainkan melalui pengimplementasian sejumlah kebijakan ekonomi yang dinilai mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi Jepang atau bahkan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonominya tersebut melalui peningkatan proses produksi yang ada, serta peningkatan dalam hal volume ekspor komoditasnya. Salah satu kebijakannya ialah dengan cara penyaluran bantuan luar negeri Jepang atau yang biasa dikenal dengan sebutan ODA (Official Development Assistance), kebijakan lainnya ialah kebijakan penyaluran investasi Jepang ke sejumlah wilayah regional. Baik kebijakan ODA maupun kebijakan investasi luar negeri (atau yang biasa dikenal dengan Foreign Direct Investment), pada dasarnya merupakan dua buah kebijakan yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, dimana investasi (yang kemudian melalui perdagangan) sebagai salah satu sumber penerimaan Jepang, yang otomatis pula menjadi salah satu sumber pendanaan bagi keberlangsungan ODA, serta peran ODA sebagai pendukung dan pelancar investasi Jepang (FDI) di sejumlah negara, yang tentunya keduanya merupakan stimulus bagi ekonomi Jepang. Bantuan luar negeri memungkinkan pemerintah negara donor untuk intervensi dalam perkonomian negara penerima, selain itu pula bantuan luar negeri dapat menunjang peningkatan investasi asing di negara berkembang.
Pada dasarnya ada empat tahap perkembangan ODA Jepang, itu sendiri, yakni: Pertama, pada tahun 1946-1951, tahap dimana Jepang masih menjadi negara penerima ODA asing, seperti dari Amerika Serikat dan Bank dunia. Kedua, tahun 1954 saat Jepang bergabung dalam Colombo Plan, menandai dimulainya penyaluran bantuan luar negeri Jepang ke sejumlah negara-negara di Asia. Melalui program reparasi perang (sebagai alasan awal Jepang dalam menyalurkan ODA-nya), Jepang menyalurkan bantuan luar negerinya, yang mayoritas pada saat itu berupa bantuan teknis serta hibah. Bantuan-bantuan ini pada dasarnya tidak semata-mata karena motif kemanusiaan ataupun tanggung jawab moral, melainkan justru lebih menekankan pada motif ekonominya. Hal ini terlihat dari bentuk dari bantuan-bantuan yang ada umumnya bersifat mengikat, yang tentunya bertujuan untuk mempromosikan ekspor Jepang semata. Kemudian bentuk bantuan yang ada lebih berkembang pada bentuk pinjaman Yen, ketimbang bentuk bantuan lainnya. Ketiga, tahap yang terjadi pasca 1976 (sebagai tahap akhir program reparasi perang Jepang). Dalam tahap ini, semenjak masuk bergabung dalam OECD, Jepang menjadi lebih aktif dalam memberikan bantuannya. Salah satu penyebabnya ialah karena adanya sejumlah desakan dari negara-negara maju terutama Amerika Serikat. Jikalau pada tahun 1950 sampai dengan 1960-an motif ODA Jepang ialah murni ekonomi saja (neo-mercantilis), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka sejak 1970-an sampai dengan awal 1980-an orientasi ODA-nya bukan hanya bersifat ekonomi saja, namun juga merambah ke politik, terutama dalam melindungi kepentingan-kepentingan Barat. Serta keempat, terjadi sejak tahun 1989, dimana Jepang telah menjadi salah satu pendonor terbesar, terutama untuk wilayah Asia, yang mencapai 66 persen dari total ODA yang disalurkan Jepang pada tahun 1994.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dimana Jepang yang pada awalnya merupakan negara yang paling banyak menerima bantuan luar negeri Amerika Serikat di wilayah Asia Pasifik, pasca Perang Dunia II, kini telah menjadi sebagai salah satu negara donor tebesar di dunia (untuk jangka waktu tertentu bahkan Jepang merupakan negara pendonor tersebesar di dunia, seperti pada tahun 1989 dan tahun 1990 sampai 2001). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: 

Grafik 1.1 ODA dari Negara-negara DAC (OECD) Tahun 1994, (Dalam Juta Dollar AS)

Sumber: Lim Hua Sing, Peranan Jepang di Asia, Edisi Ketiga (terj.) ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 267.
Grafik di atas menjelaskan bahwa pada tahun 1994, Jepang menjadi negara pendonor paling besar ketimbang sejumlah negara-negara lainnya yang tergabung dalam DAC (Development Assistance Committe) yang terdapat di dalam OECD. Jepang pada tahun tersebut memberikan donor sebesar 13.239 juta Dollar AS, melampaui Amerika Serikat dengan jumlah 9.851 Juta Dollar AS, Jerman sebesar
6.751 Juta Dollar AS, Inggris sebesar 3.805 Juta Dollar AS, serta Denmark sebesar 1.450 Juta Dollar AS.
Salah satu wilayah regional yang mendapat banyak menerima ODA
Jepang ialah wilayah Asia Tenggara, terutama pasca krisis Minyak tahun 1970-an, Jepang cenderung memfokuskan diri pada wilayah Asia. Motif ekonomi pada dasarnya menjadi motif utama penyaluran ODA Jepang ke wilayah Asia Tenggara, sekalipun terdapat motif-motif lainnya, seperti motif politik, yakni sebagai bentuk usaha dalam membendung pengaruh komunisme (Cina) di negaranegara Asia Tengara yang notabene merupakan sumber bahan-bahan mentah bagi industri Jepang, serta basis pasar komoditas mereka. Selain karena Krisis minyak tahun 1970-an, berakhirnya masa rapid growth juga menjadi faktor yang menyebabkan Asia Tenggara menjadi wilayah yang strategis bagi kepentingan Jepang, dimana seperti yang diketahui bahwa proses produksi menjadi tidak efisien lagi jika dilakukan di dalam negeri, sehingga perlu adanya pemindahan serta pembuatan fasilitas produksi di luar Jepang.
proporsi penyebaran ODA bilateral Jepang pada tahun 1999, mayoritas ditujukan atau disalurkan ke Asia, ketimbang wilayah regional lainnya, yakni sebesar 64% dari seluruh total ODA yang dicairkan pada kurun waktu tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa memang wilayah Asia, khususnya wilayah Asia Tenggara (serta juga wilayah Asia Timur) merupakan yang krusial bagi kelangsungan kemajuan ekonomi Jepang, baik dari sisi keamanan maupun terutama dari sisi kepentingan ekonominya, sama krusialnya wilayah Karibia bagi kepentingan Amerika Serikat.
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat melalui jumlah ODA yang diberikan oleh Jepang untuk setiap negara dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak menerima bantuan Jepang, khususnya dibandingkan dengan negara-negara lain yang berada di satu kawasan regional yang sama yakni di wilayah Asia Tenggara. Dari tahun 1994 sampai tahun 1996 Indonesia menduduki posisi pertama dalam hal negara yang paling banyak menerima ODA bilateral Jepang, sebesar 886,53 Juta Dollar AS (1994), kemudian naik menjadi 892,43 Juta Dollar pada tahun 1995, dan naik kembali pada tahun 1996 menjadi 965,53 Juta Dollar AS, dibandingkan dengan Thailand dan Filipina pada tahun-tahun yang sama yakni, 382,55 dan 591,6 Juta Dollar (1994), 667,37 dan 416,13 Juta Dollar AS (1995), serta 664 dan 414,45 Juta Dollar AS untuk tahun 1996.
Dari sejumlah ODA yang disalurkan Jepang ke Asia, Asia Tenggara (secara keseluruhan) merupakan kawasan yang paling banyak menerima ODA Jepang, terutama ODA Jepang yang bersifat bilateral. Asia Tenggara merupakan wilayah yang banyak mengandung kekayaan alam yang vital bagi keberlangsungan industri Jepang (selain juga letak geografis serta potensi pasar yang dimilikinya), seperti sumber bahan-bahan mentah (raw materials) ataupun juga sumber dari berbagai jenis energi yang ada, seperti minyak bumi, gas alam, serta batu bara. Semenjak krisis minyak, selain mencoba untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi minyak bumi, Jepang juga mencoba untuk mengurangi ketergantungan atas wilayah dimana energi tersebut berasal (yang sebelum krisis minyak, wilayah Timur-Tengah sebagai sumber utama suplai energi minyak bumi Jepang), dengan kata lain men-diversifikasikan jenis energi ataupun sumber yang ada. Penggunaan gas bumi merupakan salah satu contohnya. Untuk melihat peralihannya bisa dilihat grafik tentang kebutuhan energi Jepang tahun 1978, 1983, dan 1990. Berikut adalah grafik kebutuhan energi Jepang pada tahun 1978, 1983 serta 1990 (dalam persen).

Grafik 1.3 Konsumsi Energi Jepang Tahun 1978, 1983, 1990

Sumber: Wolf Mendel, Japan’s Asia Policy: Regional Security and Global Interest(London: Routledge, 1995), hlm. 130. 

Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah di kawasan Asia Pasifik yang kaya akan migas (selain Cina). Namun demikian, bukan hanya faktor kekayaan sumber daya alam saja yang menjadi penilaian Jepang untuk memilih wilayah Asia Tenggara, melainkan pula kondisi dari negara-negara yang ada, dimana negara-negara Asia Tenggara umumnya masih belum maju (secara ekonomi), sehingga Jepang beranggapan bahwa bargaining yang ada akan lebih mudah ketimbang daerah lainnya (Jepang berusaha untuk menjadikan kawasan ini yang tergantung atas ekonomi Jepang bukanlah sebaliknya).

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI JEPANG
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan 1999, menyebabkan hancurnya perekonomian negara-negara Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Thailand. Sekalipun Jepang tidak terkena imbasnya secara langsung, namun perekonomian Jepang tetap saja menerima efek buruk yang ditimbulkan krisis tersebut. Hal ini disebabkan karena banyak investasi Jepang berada di negara-negara Asia Tenggara, terutama di negara-negara yang paling parah terkena dampak krisis. Akibatnya perusahaan Jepang di kawasan tersebut, mengalami kebangkrutan, sebagai akibat dari lemahya permintaan domestik serta adanya instabilitas politik yang ada. Ruginya perusahaan Jepang yang beroperasi di Asia Tenggara, tentunya akan berdampak buruk pada ekonominya. 
ODA sendiri pada dasarnya telah mengalami penurunan, secara jumlah, sejak tahun 1990 sebagai akibat dari ‘pecahnya gelembung-ekonomi’ (economy bubbles) Jepang, namun krisis finansial Asia seakan-akan mempercepat laju penurunannya. Pasca Krisis Asia, ODA Jepang mengalami penurunan dari segi kuantitas, yang selain disebabkan oleh karena krisis ekonomi yang ada, juga oleh sejumlah hal lainnya, seperti tekanan negara-negara OECD yang mendesak Jepang untuk memperbaiki proporsi ODA-nya, dari yang semula lebih berat kepada kuantitas, menjadi lebih berat kepada kualitas ODA yang diberikan (sebagai contohnya bantuan yang diberikan Jepang diharapkan lebih banyak yang bersifat hibah ketimbang pinjaman, serta lebih ditujukan pada sektor-sektor yang besentuhan langsung dengan permasalahan kemiskinan, lingkungan ataupun HAM), serta adanya sejumlah kasus-kasus domestik yang mencoreng lembaga - lembaga pembuatan kebijakan ODA yang ada. 
Namun demikian, sekalipun mengalami penurunan dalam segi kuantitas, hal tersebut tidak berarti ODA Jepang sudah tidak memiliki pengaruh lagi bagi Jepang, apalagi dengan kemunculan Cina sebagai aktor baru dalam perekonomian regional, sebagai kekuatan yang mulai menyaingi Jepang, yang otomatis membuat pemerintah Jepang untuk mengkaji ulang kebijakan ODA-nya. Dengan memakai pertanyaan Bagaimanakah peranan ODA (Official Development Assistance) Jepang dalam memperkuat hubungan-ekonomi yang asimetris dengan Indonesia pasca krisis Asia? penulis ingin mencoba menjelaskan mengenai bagaimanakah Jepang memperkuat hubungan-ekonomi asimetris dengan Indonesia, pasca krisis Asia, melalui kebijakan ODA-nya. Yang dimaksud dengan hubungan-ekonomi asimeteris disini ialah sebuah hubungan dalam ekonomi, antara Jepang dengan Indonesia, dimana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memperoleh keuntungan yang tidak seimbang atau setara. Pihak yang satu umumnya mendapatkan keuntungan  secara ekonomi melebihi pihak lainnya. Sebagai contohnya dalam hal investasi dan perdagangan, dimana keuntungan ekonomisnya lebih banyak diperoleh oleh Jepang ketimbang Indonesia, bahkan cenderung melemahkan ekonomi Indonesia secara jangka panjang. Kondisi inilah yang dimaksudkan oleh penulis sebagai hubungan-ekonomi yang tidak setara antara Jepang dengan Indonesia. Pada dasarnya hubungan-ekonomi yang asimetris ini telah ada sebelum krisis Asia, namun diperkuat kembali melalui instrumen ODA yang ada.
Adapun pembatasan tema hanya difokuskan kepada ODA yang bersifat bilateral dan yang disalurkan ke Indonesia, karena penulis percaya bahwa: Pertama, ODA bilateral merupakan jenis ODA yang paling banyak disalurkan Jepang. Serta kedua bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang krusial bagi perekonomian Jepang (terutama di Asia Tenggara), yang bisa dibuktikan melalui besaran proporsi ODA yang diberikan Jepang kepada Indonesia, ketimbang ODA yang disalurkan ke negara-negara lainnya, yang berada dalam satu wilayah kawasan reigional yang sama. Sedangkan untuk kurun waktu, penjelasan hanya difokuskan kepada kurun waktu dari pasca krisis Asia yang dimulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2008. Keterbatasan skripsi ini terletak pada kurangnya data-data ODA terutama pada tahun 2008, mengingat data-data ODA untuk tahun tersebut belum terpublikasikan secara menyeluruh oleh instantsi yang terkait dengan sistem ODA tersebut.
Developmental State
Secara sederhana developmental state merupakan teori yang menjelaskan mengenai keikut-sertaan negara dalam proses pembangunan negaranya, terutama pembangunan ekonominya. Pada dasarnya penggunaan terminologi ini ditujukan untuk menjelaskan mengenai industrialisasi yang terjadi di negara-negara Asia Timur. Chalmers Johnson menggunakan teori ini untuk menjelaskan mengenai keajaiban pembangunan ekonomi Jepang pasca PD II. Teori ini seringkali diposisikan diantara teori sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi terpusat, sehingga seringkali disebut plan-rational capitalist system (sistem perencanaan kapitalis), yang memadukan peran kepemilikan pribadi atau swasta (sebagai ciri khas dari ekonomi liberal) dengan peran pemerintah, yang biasanya dalam bentuk arahan (guidence), serta penyediaan insentif yang kuat kepada swasta (sebelum mereka mandiri). Teori ini berbeda dengan pandangan neo-liberal yang mencoba untuk menghilangkan peranan negara dari arena ekononomi, dimana pandangan ini menginginkan di privatisasinya ekonomi, dibebaskannya pasar dari segala aturan yang ada, serta adanya pembukaan ekonomi nasional kepada investasi asing maupun perdagangan internasional, serta penghapusan subsidi pemerintah atas anggaran sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Teori ini pada dasarnya ‘berakar’ dari teori merkantilisme yang menekankan perlunya intervensi negara di dalam mengatur ekonomi yang ada. Prusia dan Jepang di era resotrasi Meiji merupakan contoh dua negara yang menggunakan teori developmental state sebagai model pembangunan ekonominya. Hal ini terlihat dengan kuatnya peran negara dalam mendesain dan menentukan langkah-langkah kemajuan (modernisasi) yang harus dicapai negara tersebut, yang salah satu prinsipnya sekarang dikenal sebagai intervensi negara atas pasar bebas yang ada, dengan contoh Asia Timur, atau negara-negara welfare-state yang terdapat di wilayah Eropa. Sejarah pembangunan Jepang sendiri memberikan contoh bagaimana sebuah negara dapat memperkuat daya saing internasionalnya melalui usaha-usaha yang disengaja oleh negara. Usaha tersebut bukan hanya diwujudkan sebatas memelihara infant industries untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, tetapi juga dengan mengiring sekumpulan industri kepada suatu pertumbuhan dan kemajuan teknologi yang menghasilkan peningkatan daya saing dalam ekonomi dunia.
Peran pemerintah atau negara yang kuat bukan berarti bahwa pemerintah mendominasi secara kesuluruhan (intervensi yang kuat). Masih terdapat nilai-nilai kebebasan, dimana industri yang ada masih memiliki kebebasan yang cukup besar dalam menentukan arah kebijakannya. Satu hal yang unik untuk kasus Jepang itu sendiri, bahwa terdapat semacam hubungan istimewa antara kelompok bisinis dengan pemerintah itu sendiri (semacam patron-klien), sehingga yang terjadi bukanlah semacam dominasi. Hal ini bisa dilihat dari adanya semacam badan koordinasi yang anggotanya merupakan representasi dari pemerintah dan swasta, dan bertugas untuk membahas sejumlah isu yang berkaitan dengan industri itu sendiri. Selain menjadi tempat untuk membahas isu-isu yang ada, badan ini juga sekaligus berfungsi sebagai sumber informasi, karena biasanya terjadi pertukaraan informasi antara pemerintah dan swasta. Melalui badan ini juga diharapkan akan menciptakan semacam konsensus bersama dari berbagai pihak yang terkait, yang tentunya akan mendukung kinerja badan ini untuk mencapai tujuannya.
Hubungan ini—antara pemerintah dengan swasta—umumnya berbeda dengan yang terdapat di negara-negara lainnya, sebagai contohnya Brazil (desarrollista), dimana hubungan yang ada justru cenderung menciptakan hubungan yang tidak setara dan bahkan korup. Ini terjadi karena pada dasarnya hubungan antara pemerintah dan swasta yang ada di Jepang di dasari oleh adanya keiinginan untuk mencapai tujuan bersama, yang tentunya merupakan keuntungan bersama, sehingga hubungan yang ada lebih cenderung setara, bukan hubungan dimana biasanya pihak yang satu mendominasi pihak lainnya, swasta mendominasi negara atau sebaliknya.
Dalam contoh kasus penyaluran Official Development Assistance (ODA) Jepang, peran negara terlihat dalam bentuk negoisasi-negoisasi antar badan-badan pemertintah yang ada, untuk menentukan besaran ODA yang akan diberikan, dan juga dalam menentukan negara-negara yang akan menerima ODA tersebut. Pada dasarnya perumusan kebijakan ODA itu sendiri merupakan salah satu cerminan adanya pertarungan kepentingan dan pengaruh antar institusi birokrasi yang ada (sekalipun pertarungan kepentingan tersebut ada, namun adanya nilai untuk mencapai kepentingan bersama, yakni kepentingan nasional, menyebabkan kebijakan yang ada, dapat terbentuk). Terdapat empat institusi birokrasi (kementrian) yang menjadi ‘pemain’ utama dalam setiap perumusan kebijakan ODA (dikenal dengan nama yonshoco, yang pada perkembangannya terjadi perubahan atas struktur pembuatan kebijakan ODA, seperti digabungkannya sebuah instansi ke instansi lainnya, seperti EPA ke MITI menjadi METI, untuk lebih jelasnya akan dipaparkan pada bab 3), yakni MITI (Ministry of International Trade and Industry) yang menginginkan agar setiap ODA yang disalurkan lebih diutamakan kepada peningkatan investasi dan perdagangan Jepang, MoFA (Ministry of Foreign Affaris) yang menginginkan agar ODA yang ada lebih difokuskan untuk tujuan-tujuan internasional (sebagai tanggung jawab Jepang sebagai bagian dari masyarakat dunia), MoF (Ministry of Finance) yang menginginkan penurunan dalam hal kuantitas ODA, agar tidak menggangu neraca pembayaran Jepang (dan juga dapat menciptakan defisit anggaran), serta EPA (Economic Planning Agency).
Namun ada pula institusi lainnya, yang sering kali diikutsertakan dalam perumusan kebijakan ODA, akan tetapi pengaruhnya tidak sebesar dengan yang dimiliki keempat aktor lainnya (biasanya pelibatan institusi ini tekait dengan penyaluran ODA yang memiliki tujuan atau proyek spesisfik), yakni; MAFF (Ministry of Agriculture, Forestry and Fishery), MoT (Ministry of Transportation), serta MoC (Ministry of Construction). Selain itu pula, keempat kementrian ini pada dasarnya memiliki badan-badan sendiri (yang mereka bawahi), seperti JICA (Japan International Cooperation Agency) dan JBIC (Japan Bank for International Cooperation), yang biasanya menjadi implementator di lapangan.

Konsep ODA (Official Development Assistance)
Secara normatif ODA merupakan sebuah kebijakan yang dibuat oleh negara-negara maju, untuk membantu negara-negara berkembang dalam proses pembangunannya, dengan cara menyisihkan sebagian dari GNP tahunannya. Marshall Plan merupakan dasar dari model bantuan luar negeri yang berupa hibah dan pinjaman, sedangkan truman point four merupakan dasar bagi perkembangan technical assistance. Model pemberian ODA (secara umum) dapat dibedakan berdasarkan waktu perkembangannya, yakni: dari yang bersifat top-down, yang terjadi pada tahun 1950-an dan 1960-an, dimana ODA yang diberikan bertujuan untuk pembangunan infrastruktur negara-negara pasca Perang Dunia II. 
Pada tahun 1970-an penyaluran ODA yang ada berubah menjadi yang bersifat bottom-up, yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dengan cara menginvestasikan sejumlah industri di negara-negara berkembang, yang pada tahun 1980-an ODA yang ada dialihkan guna memperkuat mekanisme pasar, yang ada di negara-negara berkembang (dengan cara meliberalisasikan ekonomi lokal). Kemudian pada tahun selanjutnya yakni tahun 1990-an orientasi ODA tidak hanya berisfat ekonomis saja, tetapi juga bertujuan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dan perlindungan terhadap lingkungan. Di era 1990-an akhir, dan memasuki awal abad, tujuan-tujuan klasik ODA digunakan bersamaan dengan promosi atas demokrasi dan HAM. 
Pembedaan lainnya juga bisa dilakukan dengan cara melihat pada motif penyaluran  ODA (secara umum) itu sendiri, yakni: Pertama, motif kemanusian, dimana suatu negara memberikan bantuan luar negerinya ke negara-negara lainnya, atas dasar kemanusian, sebagai akibat dari bencana alam, ataupun perang (sebagai contohnya ialah yang terjadi di negara-negara di Afrika, sebagai contohnya ialah krisis pangan). Motif ini pada dasarnya dianggap terlalu normatif, dan banyak yang beranggapan bahwa sekalipun terdapat bantuan yang didasari oleh motif kemanusian, namun pasti terdapat motif lainnya yang ‘menunggangi’ bantuan tersebut. Kedua, ialah citra dan harga diri sebuah negara, dimana negaranegara maju akan merasa malu, jikalau mereka tidak pernah memberikan bantuan luar negeri ke negara lainnya, terutama kepada negara-negara berkembang. Ketiga, ialah motif untuk mengamankan kepentingan nasional. Banyak negaranegara maju menyalurkan bantuan luar negeri untuk mengamankan kepentingan nasionalnya, baik yang berada di dalam negeri dan terutama yang berada di luar negeri. Kepentingan nasional ini pun beragam jenisnya, seperti kepentingan keamanan teritorial dan regional, serta kepentingan ekonomi. Keempat, motif untuk kepentingan sendiri, dimana bantuan luar negeri disalurkan atas dasar untuk memperoleh kembali keuntungan (bahkan kadangkala yang lebih besar), seperti dalam hal investasi dan pembukaan pasar negara-negara berkembang. Motif inilah yang dipercaya sebagai motif utama atas disalurkannya sebuah bantuan luar negeri.  
ODA Jepang pada awalnya hanya bertujuan ekonomi (sesuai dengan Yoshida Doctrine, yakni doktrin yang lebih memfokuskan pembangunan negara lebih kepada ekonominya ketimbang politik dan keamanannya), hal ini disebabkan karena Jepang merasa urusan politik dan keamanan dunia terutama regional Asia Pasifik sudah menjadi bagian kewajiban Amerika Serikat bukan Jepang. Namun semenjak tahun 1970-an, yang diawali dengan krisis minyak, munculnya gelombang anti Jepang, serta kebangkitan komunisme di wilayah Indochina, yang ditandai dengan melemahnya pengaruh AS di wilayah tersebut (kekalahan AS dalam perang Vietnam), membuat Jepang mulai memasukkan unsur politis dalam setiap ODA-nya, sebagai contohnya sebagai strategi keamanan dalam membendung penyebaran pengaruh komunisme di wilayah Asia Tenggara, serta pengamanan terhadap segala sumber-sumber yang vital bagi keberlangsungan industrinya (seperti pengamanan jalur minyak di Selat Malaka). Maraknya gelombang anti-Jepang di sejumlah negara di Asia Tenggara (seperti Thailand dan Indonesia), juga menyebabkan Jepang untuk semakin mengintesifkan pendekatan politis dalam setiap penyaluran ODA-nya.
Adapaun tujuan dasar disalurkannya ODA Jepang yang ada antara lain: Pertama, menstimulasikan ekonomi domestik dan ekspor Jepang. Kedua, sebagai cara untuk mengamankan sumber-sumber bahan mentah dan energi bagi keperluan domestik dan industrinya. Ketiga, sebagai alat untuk memperluas pengaruh Jepang atas dinamika ekonomi-politik global ataupun mengintegrasikan wilayah-wilayah tertentu (terutama Asia Pasifik) ke dalam pengaruh Jepang, seperti apa yang dicita-citakan Jepang saat Perang Dunia II (sekalipun kali ini tidak melalui jalur militer). Serta keempat, sebagai satu-satunya cara untuk bisa berhubungan baik dengan negara-negara berkembang, terutama yang negaranegara yang pernah dijajah oleh Jepang. Hasegawa juga menyimpulkan bahwa bantuan Jepang, pada dasarnya memiliki dua tujuan besar yakni untuk kepentingan nasional serta dominasi internasional, baik secara ekonomi maupun politik (walaupun secara non-militeristik).
Pada dasarnya ODA Jepang dapat dikategorikan menjadi dua hal besar, yakni ODA yang ditujukan untuk bantuan Bilateral, yang langsung disalurkan ke negara-negara penerima, serta ODA yang diberikan Jepang kepada institusiinstitusi internasional, sebagai bentuk iuran-iuran kewajiban ataupun kontribusikontribusi, seperti yang ada dalam OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), Bank Dunia (World Bank), ADB (Asian Development Bank), PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa), IMF (International Monetary Fund), serta badan-badan internasional lainnya. Bantuan bilateral dibagi kembali menjadi dua, yakni yang bersifat hibah umum dan yang bersifat pinjaman (yang pada dasarnya berupa pinjaman dalam bentuk Yen Jepang). Hibah umum kemudian dibagi menjadi dua yakni bantuan hibah dan kerja sama teknis. Sedangkan pinjaman dibagi pula menjadi tiga kategori, yakni pinjaman-pinjaman proyek, pinjaman-pinjaman non-proyek, serta penjadwalan kembali hutanghutang yang ada. Untuk lebih jelasnya bisa lihat pada bagan 1.1, yang menjelaskan mengenai tipe-tipe bantuan yang terdapat dalam ODA Jepang.

Bagan 1.1 Kategori ODA Jepang

Dalam pelaksanaanya ODA Jepang sering kali mendapat kritikan, baik dari dalam Jepang sendiri (publik Jepang) ataupun kritikan yang berasal dari luar Jepang seperti dari negara-negara penerima ODA (negara-negara berkembang) dan dari negara-negara pendonor lainnya, kritik tersebut antara lain:
1.Penyaluran ODA Jepang hanyalah sebagai bentuk reaksi untuk mengurangi tekanan asing khususnya AS, yang disebabkan oleh; Pertama, kurangnya peranan Jepang dibidang keamanan (khususnya secara militer), dimana semua permasalahan keamanan menjadi beban AS. Kedua, surplus perdagangan yang besar, antara Jepang dengan sejumlah negara-negara maju lainnya, khususnya AS, sehingga memicu protes dari pelaku bisnis dan pekerja di AS. Serta ketiga, ketidak-sesuaian antara status ekonomi Jepang dengan peranannya dalam dunia internasional (ODA dapat meningkatkan status negara).
2.Terlalu terkait dengan kepentingan ekonomi, yang pada dasarnya tidak sesuai dengan konsep ODA secara internasional. salah satunya bisa dilihat dalam proporsi ODA dari GNP suatu negara, dimana proporsi ODA Jepang dari GNPnya merupakan yang terendah, ketimbang negara-negara lainnya. Kemudian ialah preferensi Jepang untuk lebih memilih ODA yang bersifat pinjaman Yen ketimbang hibah, serta adanya penolakan Jepang atas konsep debt forgiveness. Mayoritas ODA Jepang yang disalurkan cenderung lebih banyak kepada sektorsektor yang terkait dengan ekonomi (investasi), seperti pelabuhan dan tenaga pemabngkit listrik (power plant). Selain itu pula, Jepang hanya memfokuskan bantuannya kepada negara-negara yang penting bagi perekonomian Jepang, yakni negara-negara di kawasan Asia (khususnya Asia timur dan ASEAN), sebagai daerah yang kaya akan bahan-bahan mentah bagi industri Jepang, serta basis pasar bagi komoditasnya. Jepang sulit untuk membedakan serta memenuhi syarat-syarat bantuan luar negeri yang ditetapkan oleh OECD (DAC), karena masih adanya hubungan kepentingan perdagangan Jepang dalam ODA-nya. Sukehiro Hasegawa melihat motif ODA Jepang menjadi dua, yakni kokueki (kepentingan nasional) dan tsukiai (kewajiban sebagai salah satu anggota masyarakat dunia), dimana dalam dua motif tersebut sering kali terjadi konflik kepentingan, apakah ODA Jepang akan lebih digunakan untuk kepentingan ekonomi ataukah kepentingan politik internasional (yang hal ini juga mencerminkan konflik antara MITI dengan MoFA).
3.Serta adanya ketidak-jelasan dalam filosofi ODA Jepang. Jepang terkadang cenderung tidak konsisten terhadap filosofi dasar ODA-nya. Sebagai contohnya Jepang tetap menyalurkan ODA-nya di Cina pasca peristiwa tiananmen, padahal dalam salah satu butir filosofinya ialah bahwa ODA pada hakekatnya mendukung (dan menyebarluaskan) nilai demokrasi dan HAM. 
Indonesia saat ini hanya memerlukan suatu konsep untuk memasuki pasar dunia salah satunya dengan cara memasarkan apa yang dimiliki oleh Indonesia mulai dari sumber daaya alam dan potensi lainnya oleh karena itu perlu dipelajari mengenai pemasaran dalam bisnis internasional

Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Internasional
Untuk memasuki pasar global dibutuhkan kemampunan yang mumpuni dalam merebut pasar Dunia Disebagian besar masyarakat, pemasaran sering diartikan sebagai proses penjualan barang dan jasa, tetapi apabila dilhat lebih mendalam pengertian pemasaran mempunyai aspek yang lebih luas dari pada pengertian tersebut. Bagi pelaku bisnis sasaran fundamental dari bisnis mereka adalah kelangsungan hidup, laba, dan pertumbuhan. Pemasaran memberikan kontribusi secara langsung untuk mencapai sasaran ini. Pemasaran terdiri dari kegiatan berikut: menilai keinginan dan kepuasan konsumen saat ini dan calon konsumen, mendesain dan mengatur penawaran produk, menentukan harga dan kebijakan harga, mengembangkan strategi distribusi, dan melakukan komunikasi dengan konsumen saat ini dan calon konsumen. Berikut ini adalah pendapat ahli mengenai pengertian pemasaran: Pemasaran adalah proses sosial dimana dengan proses itu, individu dan kelompokmendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 20

Sumber

Alma, Buchari.2003. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta
—.2004. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa . Bandung: Alfabeta
—.2011 Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: Alfabeta
Amstrong, Kotler ,2011.Prinsip Prinsip Pemasaran. Jakarta: Alfabeta.
Belch, Goerge E and Michael,2004. Advertising and Promotion : And Integrated Marketing Communication Perspective. Mc Graw-Hill/Irwin.
Christin, Maylanny.2010. Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Keputusan Menjadi Mahasiswa. Tesis, Bandung: Universitas Padjadjaran.
Cresswell, Jhon C. Research Design,2010. Yogyakarta : Pustaka Pelajar .
Dian Yudhiartika, Jony Oktavian Haryanto.2012 "Pengaruh Personal Selling, Display Promosi Penjualan Terhadap Kesadaran Merek dan Intensi Membeli pada Prduk Kecantikan PONDS." Buletin Studi Ekonomi.
Gozhali, Imam. 2011.Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Semarang : UNDIP.
Haryanto, Resty Avita. 2013."Strategi Promosi Kualitas Produk, Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Restoran MCDONALD Manado ." Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis, dan Akutansi.
Hernawati, Lelly. 2012. Hubungan Antara Promosi Dengan Pencitraan RRI Bandung. Tesis, Bandung: UNISBA.
Hurriyati, Ratih. 2010.Bauran Pemasaran & Loyalitas Konsumen. Bandung: IKAPI.
Kotler, Kevin Lane. 2009.Manajemen Pemasaran Jilid I&2 Edisi 13. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip. 1995.Strategic Marketing For Non Profit Organizations Third Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kurtz L, Kenneth, David,.1998. Service Marketing. New York: John Willey & Sons.
Lane, Philip Kotler & Kevin.2009. Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 12. Jakarta: Erlangga.
—.2009. Manajemen Pemasaran Jilid 2 . Jakarta : Erlangga .
—. 2009. Manajemen Pemasran Jilid 1 Edisi 13 . Jakarta: Erlangga .
Limakrisna, Nandan. 2008. "Pengaruh Promosi dan Kerelasian Nasabah Terhadap Loyalitas Nasabah ." Jurnal Ekonomi Bisnis.
Lupiyoadi, Rambat.,2011.Manajemen Pemasaran Jasa . Jakarta: SALEMBA EMPAT.
Riduan. 2008.Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta , 2008.
—. 2005. Skala Pengukuran Variabel Variabel Penelitian . Bandung : Alfabeta.
Rombe, Elimawati.2009. LOYALITAS PELANGGAN DAN VARIABEL YANG MEMPENGARUHINYA. BANDUNG: UNPAD.
Segoro, Waseso. 2011."Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Faktor Penambat dan Kualitas Hubungan Relasional Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan ." Jurnal Telekomunikasi dan Komputer.
Sopiah, Etta Mamang Sangadji 2013. Perilaku Konsumen. Yogyakarta : ANDI.
Sriwendiah, Sandra.2012 Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Keputusan Migrasi Rumah Tangga Konsumen 450 VA ke Listrik Prabayar .Tesis.Bandung : Universitas Padjadjaran,
Sugiyono.2011. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sumantri, Suryana. 2012.Perilaku Konsumen, Mengapa Orang Mau Membeli . Jakarta: Quantum Quality.
Sutisna. 2011.Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA.
Tjiptono, Fandy.2002. Strategi Pemasaran . Yogyakarta: ANDI.
Zethmal A, Valerie and Marry Jo Bitner.2000 Service Marketing . New Jersey: Mc Graw Hill.

Rujukan Elektronik
http://www.panselnas.menpan.go.id ( 3092014).
http://www.facebook.com (3092014)
http://www.rri.co.id (3092014)
http://www.radioclinic.com (30092014)
Dokumen
Dokumntasi Absensi Program ESP 2014
Dokumentasi Laporan Keuangan ESP 2014

Postingan Populer